REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setelah sekitar delapan tahun dibahas, Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) akhirnya disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Kamis (25/9).
Setelah Wakil Ketua Komisi VIII sekaligus Ketua Panitia Kerja RUU JPH Ledia Hanifa Amalia menyampaikan laporan hasil rapat kerja dengan Pemerintah pada 19 September lalu selama sekitar 15 menit, RUU pun disahkan.
Dalam laporannya, Ledia menyampaikan setelah disahkan, pemerintah bertanggung jawab menerbitkan delapan peraturan pemerintah dan dua peraturan menteri. Setelah itu, seluruh fraksi yang berjumlah sembilan menyatakan kesetujuannya tanpa ada catatan. UU JPH pun resmi disahkan pada 12.41 WIB.
Setelah disahkan, pemerintah akan berkonsentrasi pada penyiapan implementasi UU JPH dalam jangka waktu lima tahun. Dengan begitu, target pada 2019, seluruh produk Indonesia yang produksinya diniatkan halal akan diperjelas sebab memiliki label halal.
“Sebelum ada implementasi pada 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan LPPOM nya masih akan bertanggung jawab sebagai penyelenggara jaminan halal di masyarakat,” kata Nur Syam.
Selang lima tahun, kata dia, sekitar Oktober 2019, pemerintah akan melakukan gerakan halal besar-besaran, dimana seluruh produk yang beredar wajib memiliki sertifikat halal. Dikatakannya, pewajiban berlaku bagi seluruh produk tanpa kecuali.
“Bagi perusahaan yang sudah memenuhi kriteria siap sertifikasi, tapi malah mengulur waktu dan mengakhir-akhirkan sertifikasi, akan kita beri sanksi,” tegasnya.
Sanksi juga berlaku, bagi produsen yang berbohong dengan mengaku-aku produknya halal padahal tidak, atau untuk produk yang tidak konsisten menjaga kehalalan produknya pasca disertifikasi. Namun Nur Syam belum dapat menjelaskan secara detail, karena sanksi yang diterapkan belum dirumuskan. Yang jelas, sanksi tersebut akan berupa sanksi pidana dan perdata.