Kamis 25 Sep 2014 15:50 WIB
mubahalah anas

PPATK Apresiasi Vonis Anas

Rep: c87/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf, mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap terpidana Anas Urbaningrum. Yusuf juga memaklumi adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat hakim dalam vonis kepada Anas.

Yusuf mengatakan dalam perkara pidana pembuktian tergantung kepada ada tidaknya alat bukti pendukung. Bagi PPATK, lanjutnya, yang penting jika memang ada indikasi korupsi harus diterapkan putusan tersebut. Menurutnya, berapa pun nilainya tidak maslaah karena dia percaya putusan hakim berangkat dari fakta. Hakim tidak akan memutus semena-mena tetapi berdasarkan keadilan.

"Nah kita apresiasi, terlepas nanti pada akhirnya bebas, tahap pertama ini kita melihat ada fairness di situ," kata Yusuf di Hotel Alila, Pecenongan, Jakarta Pusat, Kamis (25/9).

Ia menilai adanya perbedaan pendapat hakim bisa saja terjadi. Hal itu bisa disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan maupun pengalaman. Dua hakim tersebut yakni Slamet Subagio dan Joko Subagio. Menurut keduanya, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dijatuhkan kepada Anas tidak tepat.  

Namun, Yusuf enggan mengomentari putusan hakim sebab di luar kewenanagn PPATK. Selain belum inkrah, dia juga tidak membaca fakta secara detail. Saat ditanya apakah aset Anas sebanding dengan vonis denda Rp 300 juta dan tuntutan mengganti kerugian negara senilai Rp 57,5 miliar dan 5,2 juta dolar AS, Yusuf mengaku tidak tahu.

"Saya tidak tahu karena belum masuk terlalu dalam. Tapi yang jelas bahwa kalau nanti tidak cukup bayar denda ya diganti penjara," ujarnya.

Sidang vonis Anas digelar di Pengadilan Tipikor pada Kamis (24/9). Anas divonis terlibat korupsi dalam proyek Hambalang dan dihukum delapan tahun penjara dengan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Serta membayar uang penggantu kerugian negara sebesar Rp 57,5 miliar dan 5,2 juta dolar AS atau kurungan selama dua tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement