REPUBLIKA.CO.ID,XINJIANG-- Empat puluh pelaku kerusuhan tewas di wilayah Xinjiang, Cina, menyusul serangkaian ledakan Ahad (21/9) lalu. Pengamanan ketat dilakukan setelah insiden kekerasan paling buruk terjadi di wilayah tersebut.
Aljazirah melaporkan, warga pada Jumat (26/9) menjelaskan pengamanan ketat di lakukan di Xinjiang beberapa hari setelah serangkaian ledakan mematikan terjadi di wilayah tersebut. Serangkaian ledakan di Xinjiang pekan lalu merupakan insiden kekerasan terburuk dalam beberpa bulan.
Xinjiang merupakan daerah kaya sumber daya di barat jauh Cina. Wilayah tersebut berbatasan dengan Asia Tengah. Xinjiang merupakan rumah bagi 10 juta Muslim Uighur.
Enam warga sipil dan empat polisi tewas dalam serangkaian serangan yang terjadi di daerah Luntai, Xinjiang. Sementara 54 warga sipil lainnya terluka akibat insiden tersebut. Media pemerintah sebelumnya mengatakan, hanya dua orang yang tewas akibat insiden ledakan Xinjiang.
Portal berita pemerintah daerah Tianshan mengatakan pada Kamis (25/9), dua perusuh telah ditangkap. Sementara tersangka utama yang diidentifikasi bernama Mamat Tursun ditemukan tewas.
Staf di hotel di Luntai menggambarkan kehadiran pasukan keamanan dalam jumlah besar di wilayahnya. "Pasukan keamanan masih di jalan," kata seorang resepsionis pada kantor berita AFP.
Warga lain juga mengatakan pengamanan yang kini berlaku di daerahnya. Ini menurutnya berimbas pada bisnis di Luntai.
Menurut laporan Tianshan, serangan terorganisasi dan serius terjadi dalam empat ledakan pada Ahad malam lalu. Serangan menargetkan dua pos polisi, pasar dan pertokoan.
Di antara 54 warga yang terluka, 32 diantaranya beradal dari komunitas Uighur dan 22 lainnya Han Cina. Sementara 40 perusuh tewas, baik dengan meledakkan diri atau ditembak polisi.
Polisi mengatakan, Mamat Tursun yang diduga pemimpin serangan telah secara bertahap berubah menjadi ekstremis sejak 2003. Ia meminta orang lain bergabung dengan kelompok teroris.