REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga swadaya masyarakat Yayasan Tifa menyerukan pembukaan laporan pajak korporasi tambang guna meningkatkan transparansi kepada masyarakat. Dimana masyarakat, menurut mereka, yang merasakan langsung dampak dari aktivitas pertambangan.
"Organisasi masyarakat sipil Indonesia menyerukan pembukaan laporan pajak korporasi tambang untuk membuka akses publik melalui audit sosial oleh masyarakat terutama di daerah dan kawasan terdampak," kata Manajer Program Yayasan Tifa Mickael Bobby Hoelman, Sabtu (27/9).
Menurut dia, hal itu selaras pula dengan rencana program 100 hari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Lebih tepatnya untuk untuk melindungi masyarakat adat sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak terutama terhadap penerimaan PNBP Non Migas.
Hal itu, lanjutnya, juga dinilai penting guna mengurangi kebocoran penerimaan negara dan mengatur sektor-sektor baru yang sejauh ini belum tersentuh seperti perkebunan skala besar sawit dan pertambangan batubara.
Ia menegaskan bahwa sudah saatnya pembangunan berkeadilan dapat memastikan keberlanjutan. Sekaligus memperkuat pemihakan terutama kepada masyarakat adat dan warga yang selama ini terdampak namun tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari kekayaan alam Indonesia.
"Untuk itu, dibutuhkan reformasi tata kelola sumber daya alam yang lebih menguntungkan negara sekaligus masyarakat," pungkasnya.