Ahad 28 Sep 2014 17:54 WIB

Tak Libatkan Publik, Kabinet Jokowi 'Terindikasi' Transaksional

Rep: C87/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p
Foto: Republika/Wihdan
Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, mengatakan adanya indikasi kuat presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan menyusun kabinet transaksional.

Sebab, susunan kabinet yang digodok saat ini banyak dilakukan di belakang panggung politik. Penyusunan kabinet juga tidak melibatkan publik. "Ketika politik dilakukan di belakang panggung akan terjadi politik transaksional. Beda kalau politik di depan panggung masyarakat bisa mengkritik," kata Emrus dalam diskusi politik di Galeri Kafe Taman Ismail Marzuki (TIM), Ahad (28/9).

Selain itu, realitas politik yang dihadapi jokowi yakni Koalisi Merah Putih memenangi Pilkada tidak langsung dalam rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. Hal itu membawa bergaining position atau posisi tawar yang kuat partai dari Koalisi Merah Putih untuk bergabung dengan Jokowi,

Saat ini terlihat Jokowi yang membutuhkan dukungan Koalisi Merah Putih (KMP). Jika tidak merekrut partai dari KMP, kekuasaan di daerah akan dikuasai Koalisi Merah Putih.

Menurutnya, beberapa partai dari KMP seakan-akan menegaskan tidak masalah tanpa jatah menteri asalkan bisa menjadikan gubernur di sejumlah provinsi. "Perhitungan semacam ini menjadikan partai-partai punya nilai tawar yang kuat," ujarnya.

Oleh sebab itu, jika kabinet tidak punya ideologi kuat akan banyak goncangan. Bahkan kementerian bisa menjadi ATM partai. Diharapkan menteri yang akan datang bukan sekadar kapabilitas dan profesionalitas tapi punya idealisme dan integritas.

"Kalau kabinet transaksional yang dilakukan, maka tidak ada bedanya dengan pemerintahan SBY, Jokowi tidak antitesis," imbuh Emrus.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement