REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Marty Natalegawa menyatakan, Indonesia masih konsisten menolak penggunaan hak veto oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Lima negara tersebut adalah Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Tiongkok, dan Rusia.
Menurut siaran pers Kementerian Luar Negeri RI pada Ahad, sikap Indonesia ini disampaikan Marty Natalegawa pada pertemuan tingkat menteri yang diselenggarakan Prancis dan Meksiko. Pertemuan bertajuk Pengaturan Hak Veto terhadap Kekejaman Massal ini digelar 25 September lalu.
Acara ini diikuti 32 negara termasuk Indonesia. Sedangkan Menlu Prancis, Laurent Fabius dan Menlu Meksiko, Jose Antonio Meade menjadi ketua bersama dalam pertemuan tersebut.
Menurut Marty, hak veto adalah anakronistik (sudah tidak sesuai zaman) dan harus dihapus sepenuhnya. Namun, menyadari tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi ideal tersebut, Marty mendukung inisiatif Prancis terkait pembentukan "code of conduct" atas penggunaan hak veto di antara negara-negara anggota tetap DK PBB, sebagai langkah awal.
Code of conduct ini untuk mencegah penggunaan hak veto dalam penanganan situasi kekejaman massal, seperti genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis. Penyalahgunaan hak veto dalam penanganan situasi-situasi tersebut dianggap telah melumpuhkan DK PBB dalam melaksanakan tugasnya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, berdasarkan mandat Piagam PBB.
Berdasarkan mekanisme DK PBB yang berlaku, salah satu syarat lolosnya resolusi DK PBB adalah jika tidak di-veto oleh anggota tetap DK PBB. Indonesia sendiri akan mencalonkan diri kembali sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.