REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik pada Universitas Airlangga, Haryadi, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Unang-Undang (Perppu) Pilkada, setelah ia menandatangani RUU Pilkada.
"UU Pilkada juga belum ada, belum ditetapkan (karena belum ditandatangi SBY, Red). Perppu hanya bisa keluar setelah UU itu keluar," kata Haryadi kepada Republika Online (ROL), Rabu (1/10).
Untuk bisa diundangkan, kata Haryadi, presiden harus menandatangani terlebih dahulu RUU Pilkada. Namun jika SBY menandatangani RUU Pilkada maka sama artinya SBY menyetujuinya. "Jika kemudian SBY keluarkan Perppu batalkan UU Pilkada kan aneh," tambahnya.
Kalau kemudian SBY tidak menandatanganinya, kata dia, maka penetapan atau pengesahannya harus menunggu 30 hari sejak tanggal Pilkada disetujui oleh DPR. Hal itu berarti, harus menunggu hingga 23 atau 26 oktober mendatang. Saat itu, lanjutnya, SBY sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Dalam hal ini, menurutnya, SBY sudah tidak bisa mengeluarkan Perppu.
Kalaupun Perppu dikeluarkan SBY, belum tentu bisa disetujui DPR mendatang. "Kalau komposisi kekuatan parpol di parlemen seperti kemarin, Perppu bisa ditolak. Kecuali kalau berubah, tergantung komposisi kekuatan baru di DPR," tuturnya Jika Partai Demokrat dan PAN berubah atau bergabung ke pemerintahan yang ada, ujar dia, maka Perppu bisa lolos.