REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Dua pembom bunuh diri menyerang bus-bus tentara di Kabul, Rabu, dan laporan awal mengatakan enam orang tewas dalam serangan kembar itu, kata polisi.
Sehari sebelumnya pemerintah baru Afghanistan menandatangani satu perjanjian bagi kehadiran pasukan Amerika di negara itu.
Taliban, yang menentang keras perjanjian itu, mengaku bertanggung jawab atas dua serangan pada Rabu pagi itu terhadap kendaraan-kendaraan yang membawa para personel militer ke tempat kerja mereka di Kabul.
"Ada dua serangan bunuh diri yang ditujukan pada bus-bus yang membawa personel tentara nasional," kata Farid Afzali, komandan departemen penyelidikan kepolisian kota itu kepada AFP.
"Laporan-laporan awal mengatakan enam personel militer dan sipil tewas dalam satu serangan."
Taliban mengaku setidaknya 20 tentara tewas, tetapi gerilyawan itu selalu membesarkan angka korban tewas setelah serangan-serangan.
"Ini adalah satu pesan kepada pemerintah yang menandatangani perjanjian itu, dan kami akan meningkatkan serangan-serangan kami setelah ini," kata Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid kepada AFP.
Afghaistan dan Amerika Serikat pada Selasa menandatangani perjanjian keamanan bilateral yang telah lama ditunggu untuk mengizinkan 10.000 tentara AS tinggal d negara itu tahun depan.
Penandatanganan itu dilakukan pada hari pertama Presiden Ashraf Ghani memangku jabatannya dan merupakan satu langkah penting untuk memperbaiki hubungan dengan Washington.
Hamid Karzai, yang melepaskan jabatannya sebagai presiden pada Senin, menolak menandatangani perjanjian itu -- satu ketidak sepakatan yang menandakan buruknya hubungan Afganistan dan AS dalam beberapa tahun belakangan ini.
Operasi-operasi pasukan tempur NATO yang dipimpin AS akan berakhir pada akhir tahun ini, dan Taliban telah melancarkan serangan belum lama ini yang menjadi ujian berat bagi tentara dan polisi Afghanistan.
Misi tindak lanjut NATO, yang akan diambil alih pada 1 Januari, akan terdiri atas 9.800 tentara AS dan sekitar 3.000 tentara dari Jerman, Italia dan negara-negara anggota lain.
Misi baru itu -- yang disebut "Resolute Support" -- akan dipusatkan untuk mendukung pasukan Afghanistan dalam menghadapi Taliban, paralel dengan operasi-operasi kontra-terorisme.
Presiden Barack Obama menyambut baik perjanjian itu dengan mengatakan itu adalah satu hari yang bersejarah.
Ia mengatakan AS akan memberikan "kerangka hukum yang diperlukan untuk melakukan dua misi penting setelah tahun 2014" dengan menargetan sisa-sisa Al Qaida dan melatih, memberi nasehat dan membantu Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan."