REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan terpilihnya pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari partai Koalisi Merah Putih (KMP) harus ditanggapi bukan sebagai upaya untuk menjegal pemerintah, melainkan sebagai penguatan pengawasan terhadap pemerintah.
"Sekali lagi kalau koalisi ini (KMP) dimenangkan (menjadi pimpinan DPR) bukan untuk menjegal dan bukan untuk menghadirkan politik yang salah. Ini adalah politik untuk menghadirkan konsolidasi yang kuat di DPR melakukan fungsi 'check and balance' terhadap eksekutif," kata Hidayat Nur Wahid di Jakarta, Kamis (2/10).
Menurut dia, pemerintahan yang kuat memerlukan sistem "check and balances" yang kuat juga dari DPR sebagai kelompok penyeimbang. Maka itu, Hidayat berharap terpilihnya pimpinan DPR yang berasal dari partai Koalisi Merah putih tidak ditanggapi negatif, melainkan dilihat sebagai upaya konstruktif untuk melakukan fungsi pengawasan oleh DPR terhadap pemerintah.
Politisi PKS itu pun menyampaikan apresiasi terhadap seluruh anggota DPR dari partai Koalisi Merah Putih, termasuk Partai Demokrat yang memutuskan untuk bergabung, karena dinilai telah meloloskan paket pimpinan dari koalisi tersebut sebagai Pimpinan DPR untuk periode 2014-2019.
"Saya sampaikan apresiasi terhadap seluruh rekan KMP, termasuk bergabungnya Demokrat ke KMP. Kami tahu persis bagaimana upaya untuk memecah KMP sangat luar biasa, manuver beragam janji. Ternyata kawan-kawan kami termasuk dari PPP legowo untuk memenangkan KMP," ujar Hidayat.
Sebelumnya, partai-partai Koalisi Merah Putih (KMP) secara kompak mengusung politisi Partai Golkar Setya Novanto untuk menjabat Ketua DPR RI Periode 2014-2019. Dalam sidang paripurna yang berlangsung Kamis dini hari, sejumlah partai antara lain Gokar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, PPP satu suara.
Seluruh partai itu mengusung Setya Novanto sebagai Ketua DPR, dengan empat Wakil Ketua DPR, yakni politisi Gerindra Fadli Zon, politisi Demokrat Agus Hermanto, politisi PAN Taufik Kurniawan, dan politisi PKS Fahri Hamzah. Sementara itu, PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem "walk out" dari dalam sidang paripurna karena merasa pimpinan sidang, yakni politisi Golkar Popong Otje Djunjunan tidak demokratis, karena tidak mempersilakan anggota untuk berbicara.
Dengan walkout yang dilakukan empat parti tersebut, otomatis hanya ada satu paket usulan pimpinan DPR. Selanjutnya, Pimpinan DPR sementara Popong mengesahkan paket pimpinan DPR tersebut tanpa kehadiran PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem.