Sabtu 04 Oct 2014 12:36 WIB

Berbuatlah Adil! (1)

Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.
Foto: Blogspot.com
Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.

Oleh: Hannan Putra     

Konsep keadilan dalam perspektif Alquran dapat dilihat pada penggunaan lafaz adil dalam berbagai bentuk dan perubahannya.

Muhammad Fuad Abdul Baqiy dalam kitab Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz mengemukakan, lafaz adil dalam Alquran disebutkan sebanyak 28 kali yang terdapat pada 28 ayat dalam 11 surah.

Secara etimologis al-adl bermakna al-istiwa (keadaan lurus). Kata ini semakna dengan jujur, adil, seimbang, sama, sesuai, sederhana, dan moderat. Bahkan, kata adl juga bermakna al-I’waj (keadaan menyimpang) atau kembali dan berpaling.

Kata yang semakna dengan ini, yaitu al-qisthu dan al-Miza yang berarti berlaku adil, pembagian, memisah-misahkan, membuat jarak yang sama antara satu d-an yang lain, hemat, neraca.

Menurut sosiolog Islam Ibnu Khaldun, adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya memenuhi hak-hak orang yang berhak dan melaksanakan tugas-tugas atau kewajiban sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam masyarakat.

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan, kata adil diartikan dengan tidak memihak atau tidak berat sebelah. Adil juga diartikan dengan sikap berpihak kepada kebenaran atau perbuatan yang tidak sewenang-wenang.

Hal ini sejalan dengan definisi M Quraisy Shihab yang menyebutkan kata adil pada awalnya diartikan dengan sama atau persamaan, itulah yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak pada yang benar.

Dalam surah an-Nisa’ [4] ayat 58 disebutkan, “Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” Ayat ini memerintahkan manusia agar berlaku adil dalam menetapkan hukum di antara manusia. Sekiranya seseorang menetapkan hukum yang tidak adil, kehidupan masyarakat menjadi pincang, dan akan terjadi diskriminasi.

Abdul Muin Salim menyebutkan perintah menetapkan hukum dengan adil di antara manusia secara kontekstual tidak hanya kepada kelompok sosial tertentu dalam masyarakat, tetapi juga kepada setiap orang yang memiliki kekuasaan atau kewenangan mengurus atau memimpin orang lain.

Seperti, suami terhadap istrinya dalam pemberian nafkah, terutama jika istri lebih dari satu, orang tua terhadap anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan hibah.

Muhammad Abduh menambahkan, keadilan yang dimaksud dalam ayat ini juga meliputi adil dalam kekuasaan politik hingga sikap dan perlakuan hakim terhadap pihak yang bersengketa. Adil juga dimaknai perhatian terhadap hak-hak individu.

Menetapkan hukum yang harus ditegakkan dalam kehidupan tidak lain merupakan untuk memberi perlindungan kepada setiap orang atau individu yang harus dinikmati dalam kehidupannya setiap hari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement