REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Barisan Revolusi Mental (Bararemen), Gideon Wijaya Ketaren, menjelaskan dalam 10 tahun terakhir belum banyak kemajuan dalam penegakan hukum tanah telantar.
Disamping itu, kurangnya pemahaman jajaran BPN RI terhadap hukum yang mengatur tanah terlantar, menyebabkan penetapan tanah terlantar banyak yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Begitu banyak jajaran BPN RI tidak siap berperkara di pengadilan,” jelasnya.
Karena itu, Gideon menyarankan ke depannya Kementerian Agraria harus dipimpin oleh sosok yang memahami substansi masalah tanah telantar berikut problem-problem hukum di dalamnya. Sosok tersebut, haruslah orang yang bersih dan berintegritas.
“Apabila persoalan-persoalan ini diatasi, maka BPN RI dapat berkontribusi secara signifikan untuk melaksanakan program Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kala untuk mendistribusikan tanah bagi petani,” ujarnya.
Persoalan pertanahan lainnya Gideon menjelaskan adalah penghormatan dan pengakuan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dia menjelaskan masih terdapat sebagian jajaran pemerintah yang berpendapat bahwa pengakuan hak ulayat dapat menghambat pembangunan.
Pola pikir ini perlu dirubah, karena pengalaman berbagai negara membuktikan bahwa pengakuan hak yang sejenis dengan hak ulayat justru menghentikan konflik dan meningkatkan kesejahteraan.