REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kependudukan dari Universitas Indonesia Sony Harry B Harmadi mengatakan guna mencegah ledakan pertumbuhan penduduk pemerintahan mendatang perlu melakukan perbaikan strategi program keluarga berencana (KB).
"Perbaikan strategi KB itu dari paradigma kesehatan menjadi paradigma keluarga," kata Sony Harry B Harmadi di Jakarta, Ahad (5/10). Sony Harry mengatakan hal itu menanggapi perkiraan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 320 juta jiwa pada 2025.
Menurut Sony, program KB yang telah diterapkan sejak era orde baru cukup baik dalam menekan pertumbuhan penduduk. Namun, penerapan program KB untuk masa pendatang tidak efektif lagi dengan paradigma kesehatan tapi perlu diubah menjadi paradigma keluarga.
Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menjelaskan, program KB pada masa mendatang tidak bisa lagi memaksa tapi menanamkan nilai-nilai pada masyarakat tentang makna membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. "Paradigma kesehatan dalam program KB saat ini tidak tepat tapi agar diperbaiki dengan menggunakan paradigma keluarga," katanya.
Menurut Sony, kalau paradigma kesehatan yang bersifat medis klinis, maka KB hanya dimaknai sekadar untuk kebutuhan kesehatan dan tidak ada dialog antara masyarakat peserta KB dengan dokter. Sedangkan, program KB dengan paradigma keluarga justru harus dilakukan dialog dan komunikasi secara terus-menerus untuk membangun nilai-nilai keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Pada paradigma keluarga, kata dia, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang nantinya akan dilebur ke dalam Kementerian Kependudukan, harus membangun program KB yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat, bukan pada target-target yang dibuat oleh BKKBN.
Ia mencontohkan, komposisi kontrasepsi sudah ditargetkan oleh BKKBN, padahal belum tentu semua masyarakat peserta KB mau menggunakan kontrasepsi yang dianjurkan oleh BKKBN. "Mereka harus memilih sesuai keingingin mereka sendiri," katanya.
Guna memperbaiki paradigma pada program KB ini, menurut dia, harus ada sinergi kebijakan antarkementerian di pemerintahan mendatang. "Tidak boleh ada kebijakan yang bertentangan, misalnya Jampersal, bisa diberikan kepada peserta KB untuk kelahiran anak pertama dan kedua saja," katanya.
Sony juga mengusulkan, agar pemerintahan mendatang mampu melakukan intervensi pendidikan, misalnya membuat penduduk lebih lama duduk di bangku sekolah, memperlambat mereka menikah, serta tidak hamil di usia muda.