Senin 06 Oct 2014 14:34 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Diprediksi Melambat

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Julkifli Marbun
Bendera Cina
Bendera Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memprediksi negara Asia Timur dan Pasifik  akan mengalami pertumbuhan ekonomi lebih lambat 2014 ini.  Namun, pertumbuhan ekonomi diprediksi akan kembali naik 2015  mendatang seiring perbaikan ekonomi negara maju yang akan  meningkatkan suplai ekspor dari kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Dalam East Asia Pacific Economic Upadate yang dipresentasikan dalam teleconference oleh ekonom utama Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty, Senin (6/10), pertumbuhan ekonomi negara Asia Timur dan Pasifik akan turun menjadi 6,9 persen pada 2014 dan 2015 dari 7,2 persen pada 2013.

Sementara negara ekonomi kuat Asia, Cina, akan mengalami  perlambatan ekonomi secara gradual menjadi 7,4 persen pada  2014 dan 7,2 persen pada 2015. Perlambatan ini antara lain  karena reformasi struktural yang tengah dilakukan Cina.

Selain Cina, negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diproyeksi  akan mencapai pertumbuhan hanya 4,8 persen tahun ini dan naik  5,3 persen tahun depan. Ini didasarkan pada dampak peningkatan  ekspor dan reformasi ekonomi di negara-negara besar Asia  Tenggara.

Secara umum, Asia Timur dan Pasifik akan mendapat manfaat  lebih akibat pemulihan ekonomi global. Cina, Malaysia, Vietnam  dan Kamboja yang lebih berpotensi meningkatkan ekspor mereka. Pertumbuhan ekonomi Malaysia juga diprediksi meningkat dari 4,9 persen pada April 2014 menjadi 5,7 persen pada akhir 2014.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri diprediksi turun karena  turunnya harga komoditas ekspor utama, CPO dan batu bara,  belanja pemerintah lebih rendah, dan ekspansi kredit yang  lambat. Ekonomi Indonesia sendiri diprediksi akan turun menjadi  5,2 persen tahun ini dibandingkan 2013 yang mencapai 5,8  persen.

''Negara kepulauan di Pasifik dengan karakter unik berupa  negara-negara pulau yang terpencar juga masih mengandalkan  investasi asing dari sektor pariwisata,'' kata Shetty.

Serupa dengan Indonesia, pertumbuhan ekonomi Mongol juga  akan sedikit menurun karena turunnya harga komoditas ekspor  logam yang anjlok di Cina.

''Cara terbaik mengatasi resiko itu adalah dengan kerentanan  kebijakan fiskal yang dibuat sebelumnya. Reformasi struktural  untuk meningkatkan daya saing ekspor juga dibutuhkan,'' kata  Shetty.

Untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, harus ada  langkah untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi subsidi  yang tidak tepat sasaran. Sehingga mendorong produktifitas,  investasi, pengentasan kemiskinan, dan perlahan memperkuat  ketahanan fiskal.

Namun, ada titik terang bagi negara kawasan Asia Timur dan  Pasifik dari segi konsumsi dan pasar tenaga kerja yang kuat.  Pemanfaatan pemulihan ekonomi global juga jadi krusial untuk  dilakukan.

Untuk itu dibutuhkan reformasi utama seperti investasi lebih  besar di sektor infrastruktur, perbaikan logistik perdagangan, dan  memudahkan investasi jasa dan investasi asing secara langsung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement