Senin 06 Oct 2014 17:21 WIB

Kasus Sitok Cuma Keberhasilan Kecil

Rep: C74/ Red: Julkifli Marbun
Budayawan Sitok Srengenge usai diperiksa atas kasus perbuatan tidak menyenangkan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (5/3).
Foto: ANTARA FOTO/ Teresia May/ss/ama/14
Budayawan Sitok Srengenge usai diperiksa atas kasus perbuatan tidak menyenangkan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Akademisi Pusat Kajian Gender dan seksualitas Universitas Indonesia (UI) Sari Damar Ratri mengatakan penetapan Sitok Srengange menjadi tersangka hanya sebuah keberhasilan kecil dari penegakan hukum kasus perkosaan di Indonesia. Sari mengatakan kasus perkosaan di Indonesia seperti gunung es.

"Ya oke satu kasus mulai diem, tapi gimana dengan kasus lain," kata Sari saat ditemui di Fakutas Ilmu Sosial dan Politik UI, Depok, (6/10).

Menurut Sari penetapan kasus Sitok sebagai tersangka tidak terlepas dari desakan masyarakat di media sosial. Besarnya dukungan kepada korban RW juga harus diperhatikan. Sari menambahkan terkadang publik lupa bahwa rasa sakit yang diderita oleh RW tidak sekedar penderitaan fisik tapi psikis.

Menurut Sari penderitaan psikis yang diderita RW semakin parah dengan pemberitaan di media nasional maupun di media sosial. Menurutnya penderitaan korban pemerkosaan karena harga dirinya yang tercerabut. Dengan pemberitaan yang besar-besaran di media, penderitaan psikis yang ditanggung RW semakin berat.

Dengan pemberitaan-pemberitaan tersebut harga diri korban perkosaan semakin terluka. Penderitaan yang korban alami menjadi konsumsi publik. Secara tidak langsung publik memperparah penderitaan korban.

"Kenapa banyak kasus, perkosaan banyak yang tak terungkap? Karena korbannya tidak mau diekspos," tambah Sari.

Menurut Sari kasus ini terekspos karena pelakunya adalah orang yang terpandang. Harusnya kasus ini menjadi contoh untuk kasus-kasus eksploitasi seksual yang lain. Ia berharap polisi tidak tebang pilih menindakkan pelaku perkosaan.

"Tidak perlu harus ada tekanan sosial dulu," kata Sari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement