REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU –- Musim kemarau telah membuat petani di berbagai daerah di Kabupaten Indramayu menjerit. Tanaman padi yang sudah mereka tanam terancam mengalami puso (gagal panen) akibat kekurangan air. Untuk menghindari kerugian, mereka memilih panen dini.
Panen dini itu seperti yang dilakukan para petani di Desa Kalianyar, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Tanaman padi yang dipanen dini rata-rata baru berumur 90 hari. Padahal normalnya, tanaman padi dipanen pada umur 110 hari.
‘’Kalau tidak dipanen dini, tanaman padi akan mati,’’ ujar seorang petani di Desa Kalianyar, Kecamatan Krangkeng, Riwad, Selasa (7/10).
Riwad mengatakan, hujan sudah tak pernah turun sejak Agustus lalu. Padahal, sumber pengairan di sawahnya benar-benar tergantung dari hujan. Akibat tak mendapatkan pasokan air yang cukup tersebut, tanah di persawahan menjadi mengeras dan retak-retak.
Riwad mengakui, panen dini membuat produksi padi menjadi menurun. Dalam kondisi normal, panen bisa menghasilkan gabah sekitar tujuh ton per hektare. Namun saat ini, gabah yang dihasilkan hanya sekitar tiga kuintal per hektare.
Kondisi itu dibenarkan anggota DPRD Kabupaten Indramayu dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Azun Mauzun.
Berdasarkan pantauannya, panen dini dilakukan petani di 11 desa di Kecamatan Krangkeng. Yakni Desa Dukuh Jati, Srengseng, Kedungwungu, Tegalmulya, Purwajaya, Singakerta, Krangkeng, Kalianyar, Luwunggesik, Tanjakan dan Kapringan.
"Para petani di desa-desa itu tidak memiliki pilihan lain karena tidak bisa mendapatkan air untuk sawah mereka,’’ kata anggota dewan dari dapil dua, yang di antaranya meliputi Kecamatan Krankeng tersebut.
Azun pun sangat menyesalkan kondisi tersebut. Dia menilai, ada mafia pengairan yang membuat para petani tidak bsia menikmati pasokan air yang cukup. Dia menilai, pemerintah daerah semestinya bisa melakukan upaya untuk dapat menyelamatkan tanaman padi dari kekeringan.