REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana penjegalan pemerintahan Jokowi-JK terus menguat. Meski demikian, hingga kini presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tetap santai menghadapi isu tersebut.
"Wajah saya apa wajah khawatir? Kan enggak," ujarnya di Balai Kota, Kamis (9/10).
Jokowi menjelaskan, Indonesia menganut sistem presidensial. Sehingga, parlemen tidak memiliki wewenang untuk menurunkan presiden. Karenanya, presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober tersebut mengaku, ia tak memiliki antisipasi khusus untuk mencegah penjegalan terjadi. Sebab, menurutnya pemerintah tak perlu khawatir dijegal partai oposisi selama didukung rakyat.
"Antisipansi enggak ada, hanya dengar rakyat, dekat rakyat," ucapnya.
Jokowi menilai, setelah Pilpres usai, pemerintah dan dewan harusnya menjadi mitra yang baik dalam membangun negara. Bukan malah sibuk merancang upaya penjegalan.
"Setelah Pilpres selesai, semangat kita mestinya semangat untuk membenahi negara. Jangan ada semangat jegal-menjegal. Kalau mau tarung, nanti lima tahun lagi," kata mantan wali kota Solo tersebut.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo mengatakan bahwa Jokowi telah berkhianat karena tidak menepati janjinya menyelesaikan tugas gubernur DKI Jakarta selama lima tahun.
Hashim, yang juga adik kandung Prabowo Subianto, bahkan mengancam akan menghambat pemerintahan Jokowi. "Kami akan menggunakan kekuatan kami untuk menginvestigasi dan menghambat," kata Hashim pada Reuters.