REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI), mengancam akan menaikan harga produk makanan dan minuman. Kenaikan ini, menyusul melemahnya nilai rupiah. Apalagi, saat ini rupiah berada di 12.200 per dolar AS.
Namun, pelaku usaha menggaris bawahi, rontoknya nilai tukar lebih karena tingkah polah politisi Senayan. "Kalau kami menaikan harga, jangan salahkan kami. Tapi, salahkan mereka para politisi senayan yang telah membuat kegaduhan politik sehingga rupiah kita melemah," tutur Komite Pembina Organisasi GAPMMI, Tri Wibowo Susilo, Kamis (9/10).
Ia mengatakan, usaha makanan dan minuman Indonesia sangat tergantung pada bahan impor. Bahkan, 70 persen bahan makanan dan minuman tersebut berasal dari impor. Seperti, susu, gula, dan terigu.
"Kalau rupiah kita lemah terus dolar semakin menguat, matilah usaha makanan minuman dalam negeri," ujarnya, Kamis (9/10).
Apalagi, di tengah-tengah kekacauan politik saat ini. Nilai tukar rupiah semakin terjun bebas. Akibatnya, ekonomi dalam negeri jadi semakin tak stabil.
Karena rupiah sudah melebihi 12 ribu per dolar AS, lanjutnya, mau tidak mau pengusaha makanan dan minuman akan menaikan harga produknya. Kenaikan tersebut, antara Rp 10-15 persen.
Sepertinya, kenaikan ini akan berlaku awal bulan depan. Kondisi ini, sebagai konsekuensi terhadap melemahnya nilai tukar rupiah dan suhu politik yang gonjang-ganjing.