REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Anggota parlemen Inggris dijadwalkan mengikuti pemungutan suara tak mengikat tentang pengakuan atas negara Palestina.
Pemungutan suara itu berupa pernyataan yang diajukan Grahame Morris, anggota parlemen dari oposisi, Partai Buruh.
"Jika berhasil, suara itu akan menjadi tekanan besar atas pemerintah saat ini dan berikutnya, yang kemungkinan dipegang pemerintah Buruh, untuk mengakui Palestina sebagai negara," kata Morris dalam surat elektronika.
"Pengakuan Inggris atas Palestina dapat memberikan saat menentukan untuk kian banyak negara Eropa Bersatu mengikutinya," katanya.
"Pengakuan sekarang akan menjadi pesan jelas dan sah bahwa Inggris dan lain-lain mengakui hak Palestina dan bahwa pemukiman tidak sah tidak memiliki keabsahan," katanya.
Langkah itu dilakukan setelah perdana menteri baru terpilih Swedia Stefan Loefven pada awal bulan ini mengumumkan niatnya mengakui negara Palestina yang memicu kemarahan di Israel.
Kelompok anggota parlemen Buruh itu menyatakan akan mendapat dukungan dari partainya serta sejumlah anggota parlemen dari partai berkuasa, Partai Konservatif.
Hitungan AFP menunjukkan 112 negara sudah mengakui negara Palestina. Inggris pada 2012 abstain dalam pemungutan suara di PBB tentang pemberian kedudukan negara pengamat kepada Palestina.
Status itu tetap diberikan meski ditentang Amerika Serikat, Israel dan beberapa negara lain.
Ketua Uni Antar-Parlemen Arab (AIPU) Marzouq Al-Ghanim memuji rencana pemerintah Swedia mengakui negara Palestina.
"Langkah Swedia itu merupakan upaya penting untuk mengakhiri ketidakseimbangan di antara yang seharusnya menjadi mitra dalam perdamaian dan pendukung penyelesaian dua-negara," kata Al-Ghanim, ketua Majelis Nasional Kuwait.
Ia menyatakan keberhasilan upaya politik mensyaratkan ada dua pihak dengan kedudukan relatif sama.
Al-Ghanim menyatakan harapan agar negara lain Eropa mengikuti langkah Swedia dan mengakui negara Palestina untuk membantu mengakhiri kemelut Timur Tengah.