REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pijak oposisi Bahrain, Sabtu (11/10) mengumumkan akan memboikot pemilihan perlemen yang menurut rencana diselenggarakan November, dengan mengatakan pemungutan suara itu akan memperkuat pemerintah "totaliter" Sunni di kerajaan itu.
Empat kelompok oposisi termasuk gerakan Syiah Al-Wefaq, berikrar akan melakukan "protes-protes damai" di Bahrain sampai tuntutan mereka bagi monarki konstitusional disetujui.
Bahrain tetap mengalami perpecahan sejak dilanda aksi protes-protes yang dipimpin mayoritas Syiah tahun 2011. Raja negara itu menetapkan pemilu bagi majelis rendah parlemen beranggotakan 40 orang pada 22 November, pemilihan pertama seperti itu sejak aksi protes-protes tahun 2011. Pemilihan kotapraja akan diselenggarakan secara serentak.
Al-Wefaq. yang memimpin gerakan protes terhadap pemerintah Sunni, meraih kemenangan tipis dalam pemilu tahun 2010. Tetapi kelompok itu menarik 18 anggota parlemennya setelah pemberontakan yang ditumpas oleh pemerintah Bahrain, satu sekutu penting Amerika Serikat dan anggota koalisi pimpinan AS dalam perang terhadap kelompok ISIS di Suriah dan Irak.
Dalam satu pernyataan berbahasa Inggris yang diterima AFP, kelompok-kelompok oposisi mengecam pemilu itu sebagai "satu langkah otokrasi" oleh pemerintah dan mendesak rakyat Bahrain brgabung memboikotnya. "Kenyataan bahwa pemerintah telah membuat keputusan ini,itu adalah satu langkah baru otokrasi untuk mmpertahankan pemerintah yang totaliter," katanya.
Pernyataan itu menambahkan semua pihak di Bahrain harus terlibat "dalam perundingan dan dialog yang serius" sebelum pemilu. Satu usul oleh pihak pemerintah September untuk memulai kembali dialog nasional disambut sangat dingin oleh Al-Wefaq.