REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Airlanggar (Unair) Surabaya, Haryadi, mengatakan wacana pemekaran komisi harus menunggu struktur kabinet yang ditetapkan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, pemekaran komisi tidak bisa dikarang sendiri oleh DPR.
Haryadi mengatakan komisi mencoba fokus pada satu hal yg menjadi kepedulian pemerintah yang tercermin dari struktur kabinet.
"Kalau struktur kabinet dirampingkan mestinya komisi juga dirampingkan bukan dimekarkan kecuali kalau ada struktur kabinet batu, relevan mengembangkan komisi baru," kata Haryadi saat dihubungi Republika, Ahad (12/10).
Menurutnya, pengadaan komisi sebagai alat kelengkapan dewan harus menunggu kabinet, dan tidak bisa dirancangkan dulu.
"Kalau dirancangkan dulu, lanjutnya, hanya bagi-bagi kekuasaan," katanya menambahkan.
Haryadi menilai jumlah 11 komisi saat ini menjadi relatif karena yang dilakukan dewan hanya merespons. Idealnya, komisi dibentuk berdasarkan tugas dan fungsi yang bersejajaran dengan struktur mitranya yakni kementerian dan lembaga nonkementerian.
Sesuai tugasnya, komisi harus membuat spektrum masalah dan jalan keluar. Jika alternatifnya lebih bagus, dimungkinan bisa diakomodasi oleh lembaga yang menjadi mitranya.
"Seharusnya dewan lebih fokus pada komisi bukan fraksi. Komisi itu orientasi pada problem kalau fraksi orientasi partai. Kalau dewan mau check and balances maka komisi diperkuat," jelas Dosen Ilmu Politik FISIP Unair tersebut.
Pembentukan komisi baru, lanjutnya, memiliki konsekuensi adanya anggota baru, struktur dan biaya baru. Hal itu dinilai menunjukkan ketidak efisienan. Menurutnya, lebih penting lembaga yang ada saat ini dioptimalisasi kinerjanya.
"Tugas dan fungsi betul-betul terlaksana, bukan hanya komisi yang diubah tapi tugas dan fungsi tidak jelas," ujarnya.
Di satu sisi, pembentukan komisi harus relevan dengan kabinet baru, tugas dan fungsi yang jelas, serta mekanismenya kerja juga harus jelas. Haryadi menilai selama ini komisi yang ada tugas dan fungsinya tidak terlalu rinci, sedangkan mekanisme kerja atau bussiness process kurang.
Pembentukan komisi juga harus dipikirkan bagaimana kaitannya dengan lembaga lain. Menurutnya, jika lembaga tidak ada bussiness process sama juga bohong. "Kalau tidak ada kaitan dengan struktur kabinet, melembagakan mekanisme sebagai lembaga predator penghabis anggaran," ucapnya.
Haryadi mencontohkan, wacana pembentukan Kementerian Koordinator Maritim dalam struktur organisasi lama sudah ada. Seperti Kemenko Kemaritiman di bawahnya ada Kementerian Kelautan dan Kemaritiman serta Kementerian ESDM. Sedangkan pada kabinet SBY 2009-2014 sudah ada Kementerian Kelautan sehingga hanya dibutuhkan pendalaman dan tidak perlu ada komisi baru. Cukup komisi yang lama dioptimalkan.