REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penikmat seni tanah air sudah begitu merindukan karya besar Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, untuk difilmkan. Kisah tentang perjuangan Minke, seorang pribumi yang lebih memilih menjadi jurnalis ketimbang jadi dokter ini, merupakan buku pertama dari tetralogi Buru.
Pada tahun 2004, sempat beredar kabar bahwa Bumi Manusia akan diangkat ke layar lebar dengan Garin Nugroho sebagai sutradaranya. Kemudian di tahun 2012, Mira Lesmana juga menyatakan akan memproduksi salah satu karya dari kandidat kuat penerima nobel sastra ini. Namun hingga kini, film Bumi Manusia tak kunjung keluar.
Apa alasannya?
Dalam sebuah wawancara dengan Agus Noor, seorang sutradara sekaligus sastrawan muda Indonesia, dia sempat membocorkan alasannya.
"40 Miliar yang dibutuhkan untuk memroduksi Bumi Manusia," ujarnya usai mementaskan Monolog 3 Perempuan belum lama ini.
Menurut Agus, itulah kendala terbesar bagi insan perfilman Indonesia yang ingin mengangkat Bumi Manusia ke layar lebar.
"Uang sebanyak itu belum ada yang mau bayarin dulu," lanjutnya sambil tersenyum.
Padahal menurutnya, Bumi Manusia sangat layak untuk difilmkan. Mengingat nilai historis dan nilai perjuangan yang terkandung di dalamnya.
Biaya sebanyak 40 Miliar itu, menurut Agus, sangat masuk akal. Mengingat setting waktu di awal 1900-an, membutuhkan properti untuk mendukung suasana saat itu.
"Kebayang kan, betapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat suasana seperti Wonokromo zaman dulu," jelasnya.