REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota parlemen Inggris akan mengadakan pemungutan suara simbolis untuk menentukan apakah pemerintah Inggris harus mengakui status Palesina sebagai satu negara, Senin (13/10).
Keputusan untuk mengadakan pemungutan suara simbolis ini merupakan sebuah mosi yang mungkin mengubah kebijakan resmi namun dirancang untuk menaikkan profil politik masalah ini.
Selama ini, Inggris memang belum mengakui Palestina sebagai sebuah negara, tetapi hal itu bisa dilakukan kapan saja jika dapat membantu proses perdamaian antara Palestina dan Israel yang berlangsung alot selama ini.
Mosi tersebut diawali dari perdebatan di dalam Parlemen Inggris yang diajukan oleh anggota parlemen dari Partai Buruh oposisi untuk meminta tanggapan bahwa pemerintah harus mengakui negara Palestina.
Mosi tersebut juga mendapatkan dukungan dari kepemimpinan partai Buruh berhaluan kiri yang telah mengatakan kepada anggota parlemen untuk memilih mendukung mengakui Palestina, sebuah maklumat yang menyebabkan kemarahan beberapa anggota parlemen pro-Israel telah ditetapkan menentang atau menjauh sama sekali.
Pihak lainnya menyatakan telah memungkinkan anggota parlemennya untuk memilih sesuai dengan hati nurani mereka sendiri.
Bahkan jika mayoritas dari 650 anggota parlemen Inggris mendukung mosi tersebut, namun hasilnya tidak bersifat mengikat dan tidak akan memaksa pemerintah Inggris untuk mengubah sikap diplomatiknya.
Seorang anggota parlemen dari Partai Konservatif Perdana Menteri David Cameron, Sayeeda Warsi yang mungundurkan diri dari posisinya sebagai menteri Agustus lalu setelah ia menuduh pemerintah melakukan pendekatan yang tidak dapat dipertahankan secara moral atas konflik antara Israel dan Hamas.
Sayeeda juga berharap agar mosi tersebut dapat disahkan segera. "Sedikitnya kemauan politik dan hilangnya kompas moral kita," kata mantan menteri Departemen Luar Negeri kebijakan pemerintah terhadap Israel dan Palestina.
"Tidak ada negosiasi, atas hal tersebut, entah bagaimana kita harus menghidupkan kembali negosiasi ini, dan salah satu cara yang dapat kita lakukan yaitu dengan mengakui negara Palestina, "katanya kepada surat kabar The Observer, Minggu (12/10).
Perdebatan muncul karena pemerintah Swedia yang diatur secara resmi mengakui Palestina, sebuah langkah yang dikritik oleh Israel.
Majelis Umum PBB menyetujui pengakuan de facto negara berdaulat Palestina pada tahun 2012 tetapi Uni Eropa dan sebagian besar negara Uni Eropa termasuk Inggris belum memberikan pengakuan resmi.
Palestina menginginkan sebuah negara merdeka di Tepi Barat dan Gaza, dengan ibukotanya di Yerusalem Timur.
Sementara batas Gaza didefinisikan dengan jelas, wilayah yang tepat dari apa yang akan merupakan Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur hanya akan ditentukan melalui perundingan dengan Israel pada solusi dua negara, negosiasi yang saat ini masih ditangguhkan.