REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan keputusan PT Telkom yang melakukan tukar guling anak usahanya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) ke Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dinilai merugikan keuangan negara.
Ia menjelaskan, Mitratel merupakan perusahaan yang memiliki prospek bagus ke depan sehingga keputusan untuk menjual dinilai kurang tepat. "Tidak usah menjual saham perusahaan yang menguntungkan. Yang harus dijual itu perusahaan yang merugi," ujar Uchok Sky Khadafi kepada Republika, Senin (13/10).
Ia menambahkan, transaksi ini merugikan negara dikarenakan pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai. TBIG membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp7972 per saham. Dengan demikian, Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp7972.
Harga jual yang murah dinilai juga dapat merugikan keuangan negara. Telkom menjual Mitratel dengan harga per menara sebesar Rp1,2 miliar. Pada saat hampir bersamaan, XL Axiata yang menjadi pesaing Telkomsel, menjual 3500 menara ke PT Solusi Tunas Pratama Tbk dengan harga Rp5,6 triliun dalam bentuk tunai.
Itu artinya, XL berhasil mendapatkan harga Rp1,6 miliar per menara. Selisih harga antara harga yang ditetapkan Telkom dan XL adalah Rp400 juta per menara.
Sebelumnya, Telkom menjual 49 persen saham Mitratel kepada TBIG seharga Rp2.31 triliun. TBIG tidak membayar dalam bentuk tunai ke PT Telkom, melainkan dengan menukar 290 juta saham TBIG.
Dengan demikian, keseluruhan saham Telkom di Mitratel saat ini dihargai Rp 4.71 triliun atau Rp1.2 miliar per menara, karena saat ini Mitratel memiliki 3928 menara.