REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Kepolisian Cile menembakkan gas air mata dan meriam air (water canon) untuk membubarkan ribuan masyarakat adat yang menuntut hak tanah serta mengutuk Hari Columbus "Columbus Day" setelah berujung ricuh.
Sebelumnya pawai warga yang digelar di Santiago tampak meriah dengan beberapa orang peraga mengenakan pakaian warna-warni dan bermain musik adat tradisional dari seluruh negeri.
Akan tetapi, sekitar 6.000 pengunjuk rasa mengubah momen tersebut menjadi kekerasan dengan melemparkan batu ke arah polisi, begitu juga dengan polisi yang membalas dengan meriam air dan gas air mata.
Setiap tahunnya, warga Cile menggelar pawai di ibu kota untuk memperingati kedatangan penjelajah dunia asal Italia Christopher Columbus di Benua Amerika pada 12 Oktober 1492.
Peringatan Hari Columbus menuai banyak kecaman dari masyarakat adat karena acara tersebut tidak harus dirayakan dengan liburan.
Demonstran juga menggandeng sejumlah aktivis adat, termasuk perang oleh Mapuche, kelompok adat terbesar Republik Cile yang menuntut hak milik atas tanah leluhur mereka di Cile bagian selatan.
"Kami mengirimkan pesan yang jelas kepada Presiden Michelle Bachelet. Kami tidak akan berhenti berjuang untuk mendapatkan kembali tanah kami," kata Freddy Melinao dari desa Mapuche di Kuyen Mapu.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) di negara Amerika Selatan menuduh polisi menggunakan kekerasan yang berlebihan terhadap aktivis masyarakat adat. (Baca: Ini Empat Fakta Mengenai Suku Wiwa, Orang Malayo di Kolombia (2-habis))
Ratusan masyarakat adat pun dipenjara dalam dekade terakhir karena telah membakar gedung dan sekitar 12 orang tewas dalam operasi polisi.