REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh siswa laki-laki memukuli teman perempuannya di SD di Bukittingi perlu mendapatkan perhatian serius.
KPAI meminta agar kepolisian mengusut tuntas terhadap pengedar video bullying tersebut karena secara hukum tidak dibenarkan mempublikasikan identitas anak, baik sebagai korban, pelaku, maupun saksi sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 19.
"Identitas Anak, Anak Korban/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik", Selasa, (14/10).
Begitupula, dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 64 menyatakan Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui (g) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghidari labelisasi.
"Identitas mereka ini harus dilindungi," ujarnya.
KPAI juga meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika segera memblokir situs yang berisi materi kekerasan yang dilakukan di SD di Bukittingi. "Ini harus dilakukan agar peredaran video tersebut tidak diakses oleh publik secara luas," katanya menambahkan.
Sekolah dan Dinas Pendidikan Bukittingi harus segera merehabilitasi anak yang menjadi korban kekerasan. "Korban harus dipulihkan secara psikis, sosial maupun medis, kalau ada luka-luka harus segera diobati," tutupnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga perlu membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi standar perlindungan anak. Ini harus dilakukan agar tidak terjadi kekerasan di sekolah-sekolah lain.