REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris daerah (Sekda) Karawang Jawa Barat, Teddy Ruspendi mengaku tidak ditanya penyidik terkait materi kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Bupati Karawang Ade Swara dan Istrinya Nur Latifah.
"Enggak diperiksa tadi disuruh menyaksikan pembukaan berangkas," kata Teddy setelah menyelesaikan pemeriksaannya, di KPK, Jakarta, Selasa (14/10).
Kata Teddy, brankas yang memiliki ukuran 50 x 30 itu yang pernah disita KPK di ruangan kantor Bupati pada saat proses penyitaan pertama. Penyidik kata dia memanggilnya hari ini hanya untuk menyaksikan pembukaan berkas secara paksa.
"Brangkas itu tidak ada kuncinya, saat dibuka ternyata kosong. Sekarang berangkas itu mau dibawa," ujarnya.
Brangkas itu kata Teddy milik pemerintah daerah Karawang yang dibeli menggunakan dana pengadaan daerah dan diperuntukkan kepada bendahara daerah, selama pengadaannya brangkas itu disimpan di ruang Bupati.
"Untuk bendahara menyimpan uang untuk Amdal dan dan untuk uang kegiatan rutin pemda," katanya.
Sebelumnya, Teddy juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi oleh Bupati Karawang, Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah, Rabu (6/8) lalu.
Saat pemeriksaan pertamanya, Teddy mengaku diminta menjelaskan rencana pembangunan mal di Karawang yang diajukan oleh PT Tatar Kertabumi.
Kata dia, sebelum membangun mal, pemerintah daerah mesti mebangunan jembatan senilai Rp10 miliar hingga Rp18 miliar.
Ia mengatakan perbaikan jembatan diperlukan agar nantinya jika mal yang diajukan PT Tatar Kertabumi sudah berdiri arus kendaraan di sekitarnya tidak terhambat.
Ade Swara dan istrinya Nurlatifah yang juga mantan anggota DPRD Karawang, ditangkap penyidik bersama lima orang lainnya melalui operasi tangkap tangan (OTT) di beberapa tempat di Karawang, Kamis (17/7). S
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, KPK hanya menjerat Ade dan Nurlatifah sebagai tersangka. Sementara, kelima orang lain yang turut diamankan akhirnya dibebaskan.
Menurut KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan sejumlah saksi, keduanya diduga meminta uang Rp 5 miliar kepada PT Tatar Kertabumi untuk penerbitan surat izin pembangunan mal di Karawang.
Uang itu diberikan dalam bentuk dolar Amerika Serikat sejumlah 424.329 atau senilai Rp5 miliar. Uang itu juga ditemui penyidik dalam OTT hingga akhirnya diamankan sebagai barang bukti.
Akibat perbuatannya itu Ade dan Nurlatifah dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 jo Pasal 55 KUHP.
Ancaman pidana dari pasal itu maksimal 20 tahun. Saat ini Ade dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya, Guntur. Sementara Nur Latifah ditahan di Rutan Gedung KPK.
Saat ini Ade dan Nur Latifah sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK sudah menelusuri aset milik suami istri itu yang terindikasi hasil korupsi yang telah dibelanjakan ke bentuk material bergerak dan tidak bergerak.