REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan ketidaksetujuannya terkait aturan sahnya poligami berbayar bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam aturan tersebut, jika PNS pria ingin berpoligami, akan dibolehkan dengan syarat ia membayar uang kompensasi sebesar Rp 1 juta rupiah.
"Jangan membuat aturan seenaknya, apalagi dengan alasan pernikahan untuk meningkatkan
kas daerah," kata Sekretaris Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin kepada Republika pada Selasa (14/10).
Dikatakannya, negara telah mengatur soal pernikahan dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Makanya, ia menyatakan prihatin dengan aturan dari pemerintah daerah seperti itu. Diakui Amin, angka pernikahan di Lombok Timur tergolong tinggi.
Akan tetapi, hal tersebut tak lantas menyulut lahirnya peraturan seenaknya. Ia bahkan berharap, aturan tersebut segera dicabut. PNS, lanjut Amin, harus menaati UU Perkawinan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama Setempat. Sebab pernikahan bukan soal materi.
Lebih jauh, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga sakinah berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, pernikahan harus diakui agama, juga negara dengan cara dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya, lanjut Amin, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, begitu pun sebaliknya. Tapi, pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
"Suami yang ingin berpoligami wajib mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggalnya dengan syarat-syarat tertentu," lanjut Amin.
Adapun syaratnya, sebelum ke pengadilan ia harus mendapat persetujuan dari istri atau istri-istri jika ia sudah memiliki lebih dari satu istri. Syarat selanjutnya, harus ada kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak- anak mereka pasca poligami. Selain itu, harus pula ada jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.