REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan, tak akan membiarkan seluruh aksi unjuk rasa anarkis di Jakarta. Karena negara tidak boleh dikalahkan oleh kelompok anarkis yang mengatasnamakan kepentingan tertentu.
Terutama kepentingan tersebut menyangkut tentang agama suku dan ras. Jika ada kelompok yang menghambat usaha pemerintah untuk melaksanakan hal yang diamanatkan oleh konstitusi, maka aparat harus bertindak tegas.
"Ini tugas pemerintah kalau ada kelompok bertindak anarkis dan justru mengancam nyawa banyak orang, saya minta petugas untuk tindak tegas, bila perlu bunuh di tempat sekalipun ada kamera TV menyorot," tegasnya.
Apakah aparat bisa melakukan itu? Ketentuan mengenai hal itu diatur dalam Prosedur Tetap/Protap Kapolri Nomor: PROTAP/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 48, anggota Polri yang melakulkan tindakan secara terpaksa tidak dapat dipidana. Begitu pun dalam pasal 49, anggota yang dapat melakukan perbuatan secara terpaksa untuk membela diri sendiri walau itu melawan hukum.
Tak hanya itu, pembelaan untuk kehormatan kesusilaan atau harta benda milik anggota dan diri orang lain jika ada serangan yang dangat dekat. Semua itu, tidak membuat anggota harus dipidana.
Anggota Polri pun tidak dipidana apabila melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang. Hal ini diatur dalam KUHP pasal 50.
Kemudian dalam KUHP pasal 51, anggota Polri tidak dipidana jika melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang.
Hal ini yang membuat anggota Polri berewenang memberikan peringatan lisan saat terjadi tindakan anarki. Lalu, jika pelaku anarki tidak menghentikan perbuatannya, anggota Polri bisa menggunakan senjata tumpul.
Selain senjata tumpul, anggota Polri pun bisa menggunakan senjata kimia seperti gas air mata. Penggunaan senjata api untuk menghentikan tindakan pelaku anarki pun dibolehkan.
Itu apabila dapat menyebabkan luka parah atau kematian diri anggota Polri atau masyarakat.
Pertama, anggota Polri melepaskan tembakan peringatan ke arah yang tidak membahayakan. Jika pelaku anarki tidak mengindahkannya, maka tembakan bisa diarahkan kepada pelaku yang tidak mematikan.
Berikut bentuk gangguan nyata yang bisa ditindak dengan Protap Kapolri Nomor: PROTAP/ 1 /X/2010, tentang Penanggulangan Anarki:
1. Perkelahian massal
2. Pembakaran
3. Pengrusakan
3. Pengancaman
4. Penganiayaan
5. Pemerkosaan
6. Penghilangan nyawa seseorang
7. Penyanderaan
8. Penculikan
9. Pengroyokan
10. Sabotase
11. Penjarahan
12. Perampasan
13. Pencurian
14. Melawan/menghina petugas dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat dan/atau senjata.