REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bidang Politik dan Hukum, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pengisian wakil gubernur DKI Jakarta setelah ditinggalkan Joko Widodo tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014 dan UU Pemerintahan Daerah yang baru.
Meski DKI Jakarta sebagai daerah khusus juga memiliki UU nomor 29 tahun 2007 yang mengatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
"Kalau itu (UU 29/2007) digunakan ketika kondisi normal, saat gubernur dan wagub dipilih langsung melalui pilkada, itu lex spesialis-nya. Kalau tata cara pengisian wakil kan tidak diatur, maka dipakai Perppu 1/2014," kata Zudan saat dihubungi, Rabu (15/10).
Aturan khusus untuk DKI Jakarta, menurut dia, dalam Pasal 10 memang mengatur bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pilkada.
Namun, UU 29/2007 tidak mengatur mekanisme pengisian wakil gubernur. Yang diatur hanya pemilihan gubernur dan wakil satu paket saat pilkada.
"Kalau pengisian wakil di tengah jalan atau pergantian antar waktu kan tidak diatur. Maka mengacu pada UU Pemda dan Perppu 1/2014," jelas Zudan.
Sedangkan dalam Pasal 203 ayat 2 Perppu 1/2014 disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota yang diangkat berdasarkan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Maka mekanisme pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Perppu 1/2014.
Dengan begitu, jika nanti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditetapkan sebagai gubernur definitif, maka untuk pengisian wakilnya, aturan yang digunakan adalah Perppu 1/2014 dan UU 23/2014 sebagai UU Pemda yang baru.