REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU-- Komisi Yudisial menyatakan Provinsi Riau masuk sepuluh besar sebagai daerah yang rentan keberadaan hakim nakal mengingat tingginya kasus-kasus korupsi dan kejahatan narkotika.
"Kasus yang sangat rentan terjadi penyuapan terhadap hakim adalah korupsi, di Riau kasus korupsi cukup tinggi sehingga daerah ini masuk sepuluh besar," kata Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Imam Ansori Saleh di Pekanbaru, Kamis (16/10).
Imam seusai melantik empat orang sebagai penghubung lembaga pengawas hakim untuk Wilayah Provinsi Riau di Lantai Dasar Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) di Pekanbaru mengatakan, sejauh ini juga banyak laporan yang masuk berkaitan dengan kejanggalan putusan hakim.
Namun menurut dia, hanya sedikit yang memiliki bukti kuat adanya hakim terindikasi menerima suap sehingga mempengaruhi putusan atau vonis terdakwa. Di Riau menurut dia dengan banyaknya kasus korupsi, tentu akan menjadi perhatian khusus karena biasanya kejanggalan hakim dalam putusannya dominan pada perkara korupsi.
Menurut catatan, Komisi Pemberantasan Korupsi dan pihak kepolisian serta kejaksaan di Riau telah banyak menangani perkara korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat daerah. KPK bahkan telah menyeret sejumlah legislator Riau ke pengadilan berkaitan dengan kasus dugaan suap proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012.
Lembaga tersebut juga telah menyeret tiga Gubernur Riau juga berkaitan dengan kasus korupsi.
Gubernur Riau sebelumnya yakni Rusli Zainal terjerat kasus korupsi Pekan Olahraga Nasional 2012 dan penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Hutan Tanaman (IUPHHKHT). Begitu juga dengan gubernur sebelumnya, Saleh Djasit, juga terjerat perkara korupsi pada dinas pemadam kebakaran daerah setempat.
Yang terakhir adalah Gubernur Riau non aktif Annas Maamun yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap alih fungsi lahan dan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Riau setelah 24 jam menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK, Jakarta.
Annas Maamun ditangkap bersama Gulat Manurung dan tujuh orang lainnya, termasuk isteri dan anak di sebuah rumah yang berada di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK juga berhasil menyita uang tunai diduga hasil suap sebesar Rp2 miliar dari Gulat yang terdiri atas Rp500 juta dan 156.000 dolar Singapura.
Penyidik juga menemukan uang tunai 30 ribu dolar Amerika yang diakui milik Annas Maamun.
Dalam perkara ini, Annas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.