REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menegaskan bahwa Muktamar ke VIII PPP yang sah adalah muktamar yang diselenggarakan bersama antara Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Sekjen PPP Romahurmuziy (Romi). Jika keduanya tidak bisa dipertemukan maka Majelis Syariah yang akan mengambil tugas DPP PPP menyelenggarakan muktamar.
Ketua Mahkamah PPP Chozin Chumaidy berdasar putusan sidang Mahkamah Partai pada 11 Oktober 2014, diputuskan bahwa Muktamar VIII harus diselenggarakan melalui rapat pengurus harian dari kedua belah pihak yang berselisih. Kedua pihak yang berselisih yang untuk menentukan kapan menyelenggaralan muktamar.
"Mahkamah memberi tempo tujuh hari sejak putusan Mahkamah PPP memutuskan. Jika tujuh hari ini tidak bisa diselenggarakan rapat harian untuk menentukan pelaksanaan muktamar bersama, maka Majelis Syariah yang mengambil alih tugas pengurus harian untuk menetapkan penyelenggaraan muktamar," kata Chozin, Kamis (16/10). Chozin menegaskan bahwa keputusan Mahkamah ini bersifat final dan mengikat.
Dijelaskannya, jika kedua pihak yang berselisih tidak melakukan rapat harian penyelenggaraan muktamar maka Majelis Syariah yang akan membentuk kepanitiaan Muktamar ke-8 PPP. Panitia gabungan melibatkan pihak Suryadharma maupun Romi.
Mengenai peserta Muktamar VIII PPP yang sah, Chozin chumaidy mengatakan bahwa peserta yang sah adalah pengurus DPP PPP hasil Muktamar PPP di Bandung. Termasuk pengurus DPP, DPW, dan DPC yang ada pada saat itu.
Pengurus DPP, DPW, maupun DPC yang dipecat oleh kubu Suryadharma maupun Romi dipulihkan kembali kepengurusannya. Dengan demikian maka merekalah yang berhak untuk menjadi peserta Muktamar VIII PPP. Bukan pengurus baru yang diangkat Suryadharma maupun Romi.
"Supaya kedua pihak mematuhi keputusan Mahkamah, dan menyelenggarakan rapat bersama dan menyelenggarakan muktamar bersama," papar Chozin.