Jumat 17 Oct 2014 17:09 WIB

Peraturan Retribusi Poligami Menyalahi Undang-Undang

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Keluarga poligami
Foto: Ilustrasi
Keluarga poligami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf ahli mendagri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait retribusi poligami menyalahi peraturan perundang-undangan.

"Itu salah, tidak sesuai dengan peraturan perundangan. Yang namanya pungutan di daerah itu sudah ada peraturannya dan itu sudah ditentukan jenis-jenisnya. Tidak ada jenis pajak poligami di Undang-undang itu," kata Zudan, Jumat (17/10).

Sebelumnya, Pemkab Lombok Timur menerbitkan Perbup No.26/2014 yang mengatur PNS yang mengajukan izin melakukan perkawinan kedua dan seterusnya (poligami). Disebutkan, PNS itu akan dikenakan biaya retribusi sebesar Rp 1 juta. 

Uang tersebut akan dijadikan ke dalam kas daerah. Perbup diturunkan sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3/2013 tentang lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Menurut Zudan, dalam UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak ada disebutkan jenis pungutan yang diberlakukan sebagai retribusi karena ingin berpoligami.  

Dalam aturan itu disebutkan jenis pajak di kabupaten/kota adalah hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan, mineral bukan logam dan batuan, parkir, air tanah, sarang burung walet, bumi dan bangunan, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Sehingga, dengan diberlakukannya biaya kontribusi sebesar Rp 1 juta bagi seorang PNS yang ingin menikah lagi merupakan peraturan yang tidak ada dasar hukumnya.

"Bisa saja kami batalkan perbup itu tanpa menunggu diregistrasikan ke kemendagri melalui laporan dari masyarakat. Karena ini menjadi bagian dari pengawasan masyarakat," ujar Zudan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement