REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesuai dengan pasal 16 UU Kementrian negara, Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) punya waktu paling lama 14 hari untuk menetapkan struktur dan susunan kabinetnya setelah dilantik.
Terkait hal ini, Indonesia Corruption watch (ICW) meminta Jokowi lebih transparan dalam proses seleksi nantinya.
Proses yang dimaksud antara lain dalam menetapkan anggota kabinetnya, menurut ICW, Jokowi harus melibatkan publik, KPK, dan PPATK.
Selain itu, harus turut melibatkan Direktorat Jendral Pajak dalam memberikan cataran atas pemenuhan kewajiban pajak calon menteri sebelum dipilih.
Donal Fariz, staf divisi korupsi politik ICW mengatakan hal ini penting untuk menciptakan proses penyusunan kabinet yang terbuka dan partisipatif.
"Walaupun pengangkatan presiden adalah hak prerogative presiden. Semangat Jokowi untuk menghadirkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel harus dimulai dari sini,"kata dia, di Jakarta, Jumat (17/10).
Menurutnya hingga saat ini hal itu belum terlihat. Nama-nama siapa yang menjadi "calon pembantu presiden" masih memunculkan spekulasi. Publik dibuat bertanya-tanya siapa sosok yang menjadi pilihan Jokowi.
"Mekanisme pemanggilan calon menteri untuk diwawancarai seperti SBY dulu juga tidak terdengar,"ujar Donal.
Selanjutnya Donal menuturkan, terlepas teka-teki yang dihadirkan maupun cara yang digunakan, ICW mengingkan sebaiknya Jokowi-JK bertindak hati-hati dalam memilih calon menteri. Hal ini penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, profesional dan bebas dari korupsi.