Jumat 17 Oct 2014 18:37 WIB

Dosa Besar Menghapus Keimanan? (1)

Maksiat dan murtad merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Foto: Deviantart.net/ca
Maksiat dan murtad merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Oleh: Hannan Putra     

Manusia memang tempatnya lupa dan salah. Namun, hari ini kita dapati model-model manusia yang melakukan dosa tak lagi malu-malu mengakuinya. Bahkan, dosa yang dilakukannya termasuk dosa besar.

Orang dengan alasan sepele mudah menghilangkan nyawa orang. Orang tak malu lagi melakukan zina. Bahkan, publik figur yang terang melakukan zina kini tetap dipuja sebagai idola.

Sering juga didengar anak mudah memukul, bahkan hingga keji membunuh orang tuanya. Tak terhitung sudah berapa korban tewas akibat menenggak minuman keras. Masyarakat juga mulai terbiasa melakukan riba.

Berbagai dosa besar yang dilakukan tersebut apakah akan sampai dalam taraf menghilangkan keimanan seseorang?

Kemaksiatan dan dosa-dosa besar meskipun selalu dilakukan dan pelakunya tidak bertobat, akan mencabik-cabik dan mengurangi iman. Namun, tidak sampai merusak dasarnya dan menghapuskannya secara total.

Syekh Yusuf Qaradhawi dalam fatwa kontemporernya mengatakan, jika dosa dan maksiat dipandang dapat menghancurkan dan mencabut iman dari akarnya serta mengeluarkan pelakunya dari Islam secara mutlak, berarti maksiat dan murtad merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Pelaku maksiat berarti sama dengan seorang murtad yang wajib dijatuhi hukuman sebagai orang murtad. Hukuman orang yang murtad sendiri halal untuk dibunuh. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengubah agamanya maka bunuhlah dia.” (HR Bukhari).

Selain itu, beberapa perbuatan dosa besar ada hukuman tersendiri tanpa harus dibunuh. Ketentuan ini tentu saja tertolak dengan adanya nash dan ijmak.

Menurut Alquran, dalam kasus pembunuh dan wali korban pembunuhan justru ada hubungan persaudaraan jika wakil korban itu memaafkan sang pelaku. “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita."

"Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik. Dan hendaklah (yang diberi maaf) mambayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.” (QS al-Baqarah [2]: 178).

Wali korban pembunuhan di ayat ini disebut saudara bagi pelaku pembunuhan. Hal itu menunjukkan meski membunuh merupakanperbuatan dosa besar, ia tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement