Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Puncak siksaan yang dihadapi Zaneerah adalah ketika kedua matanya dibuat buta. Pemuka Quraisy menyebut, kebutaan Zaneera karena pembangkangannya terhadap Latta dan Uzza.
Mereka menantang jika Tuhan yang disembah Zaneera benar adanya maka tak sulit menyembuhkan kebutaan Zaneerah.
Dengan keimanan yang kokoh, Zaneera menjawab, "Lalu, apa yang membuat Latta dan Uzza bisa melihat siapa saja yang menyembah mereka? ini (kebutaan) datangnya dari Allah dan Dia dapat mengembalikannya."
Kehilangan penglihatan dunia tak membuat iman Zaneera goyah. Ia justru semakin syahdu dan tunduk kepada Islam. Ia memasrahkan semua kondisi yang ia dapatkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kehidupannya tetap dijalani seperti biasa meskipun kedua matanya telah buta. Tapi, hati dan jiwanya tetap dipenuhi dengan cahaya keimanan Islam.
Iman menjadi cahayanya dengan kegelapan dunia yang ketika itu dilaluinya. Dia selalu berdoa, ”Ini untuk-Mu ya Allah, aku mengarungi kesengsaraan ini untuk mendapatkan kesenangan di akhirat kelak, perjuangan ini memang sungguh berat, selalu menderita dan sengsara karena aku sadar untuk mendapat surga harus dapat melalui ujian yang berat, sedangkan neraka itu dipagari kesenangan dan kemudahan."
Doanya pun didengar Allah SWT. Salah satu tanda kebesaran Allah ditunjukkan dengan sembuhnya penglihatan Zaneerah. Sembuhnya Zaneerah dari kebutaan tidak lantas membuat kaum musyrikin Makkah meyakini kebesaran Allah.
Mereka menuduh itu sebagai sihir Nabi Muhammad SAW. Kemarahan kaum musyrikin yang merasa dipermalukan pun semakin memuncak.
Siksaan lebih pedih diberikan kepada Zaneerah. Melihat penderitaannya, Abu Bakar as-Shidiq RA merasa iba. Ia pun dengan ringan tangan menebus Zaneerah dan budak-budak lain yang disiksa kemudian memerdekakan mereka.