Sabtu 18 Oct 2014 14:41 WIB
Catatan transisi SBY ke Jokowi (bagian-5)

Hanya Hitungan Hari SBY Kembali Terusik

Presiden SBY
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Esthu Maharani

Hanya dalam hitungan hari, Presiden SBY kembali merasa terusik. Kali ini kritikan tentang pemborosan anggaran menjadi pemicunya. Presiden SBY terang-terangan merasa tidak senang karena dituding melakukan pemborosan anggaran.

Tim transisi Jokowi-JK menilai ada sumber-sumber pemborosan yang bergelayutan dalam RAPBN 2015.  Misalnya, anggaran rapat kementerian dan lembaga (Rp18,1 triliun), perjalanan dinas (Rp15,5 triliun), belanja IT (Rp14 triliun), belanja pegawai (Rp340 triliun), subsidi bbm  (291,1 triliun), dan pengadaan mobil Mercedes Benz alias Mercy untuk menteri dan pejabat negara (Rp91,94 triliun). "Itu saya rasa yang akan dipotong, ya dana-dana seperti itu,” kata Jokowi pada 10 September.

Kritikan itu pun langsung mendapatkan respon dari Presiden SBY. Ia merasa selama memimpin berusaha untuk melakukan berbagai penghematan. Ia juga langsung menghentikan proses pengadaan mobil dinas yang mendapatkan protes dari Jokowi dan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

"Sebenarnya, pemerintah itu dari tahun ke tahun melakukan berbagai penghematan bahkan dilakukan pemotongan anggaran," katanya saat memberikan keterangan pers usai rapat kabinet terbatas bidang ekonomi di kantor presiden pada 11 September lalu.

Ia mengatakan cukup sering pemerintah mengembalikan anggaran bahkan menghentikan anggaran yang tidak diperlukan. Untuk tahun 2014 misalnya, pemerintah sudah menghemat sekitar Rp43 triliun.

"Yang penting sebenarnya, tidak ada niatan dan budaya pemerintahan saya ini untuk boros-boros. Saya dengar, pemerintahan Jokowi-JK ingin melakukan penghematan lagi, mungkin ada yang bisa dihemat lagi. Sama seperti saya dulu. Niat baik itu baik dan perlu kita dukung. Tidak perlu dikontraskan karena bagian dari kesinambungan," katanya pada 11 September.

Hal lain yang membuat SBY gusar adalah agenda-agenda internasional yang tak mendapatkan perhatian dari pemerintahan mendatang. Ia beberapa kali mengingatkan tak lama setelah Jokowi dilantik sebagai Presiden RI ketujuh, ada 14 agenda internasional yang sebagian besar sebaiknya dihadiri oleh kepala negara.

Sebut saja KTT APEC di Beijing, KTT ASEAN di Myanmar, KTT ASEAN-PBB, KTT ASEAN-India, KTT ASEAN-Republik Korea, KTT ASEAN-Jepang, KTT ASEAN-Tiongkok, KTT ASEAN-Amerika Serikat. Belum lagi East Asia Summit yang akan dihadiri pimpinan 18 negara termasuk Rusia, Amerika Serikat, Tiongkok, India, Korea, Jepang. Jangan lupa juga pertemuan G20 di Australia, G8 di Turki, KTT G15 di Srilanka, dan peringatan hubungan ASEAN-Korea Selatan.

Namun, konon, agenda-agenda itu tak menjadi prioritas bagi Jokowi. Bahkan, kabar yang beredar Jokowi tak akan menghadiri agenda internasional tersebut dan mendelegasikannya ke wapres, Jusuf Kalla.

Simpang siurnya kabar yang masuk ke meja Presiden SBY membuatnya cukup berang. Karena ketidakjelasan tentang siapa yang hadir dan kesan meremehkan forum-forum internasional itu, Presiden SBY pun menghentikan semua proses dan persiapan yang sedang dilakukan tim dari Indonesia. Seperti kesiapan akomodasi hingga materi yang akan dibawa dalam forum-forum tersebut.

Padahal, ia menekankan pemerintahannya tetap akan membantu menyiapkan semua kebutuhan presiden mendatang dalam menghadapi forum-forum internasional tersebut. Jika materi dianggap perlu perbaikan, SBY mempersilakan hal itu dilakukan. “Oleh karena itu, kami berharap presiden terpilih segera beritahu kami, mana yang belum pasti hadir agar kami proses dengan sebaik-baiknya," katanya pada 12 September.

Yang coba ditekankan Presiden SBY adalah betapa pentingnya forum internasional itu bagi Indonesia. Karena butuh waktu lama bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari even-even internasional itu. Perlu waktu lama pula agar peran Indonesia diakui di mata dunia. Belum lagi potensi dan peluang kerja sama yang bisa didapat ketika menghadiri acara-acara tersebut.

Karena itu, ia merasa penting bagi presiden berikutnya untuk memastikan kehadirannya agar segala sesuatu bisa dipersiapkan dengan matang oleh pemerintahan SBY. “Dari pengalaman kami selama 10 tahun, dari sekian banyak KTT ini, wajib hukumnya bagi Presiden Indonesia untuk menghadirinya,” katanya kesal.

(Bersambung...)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement