REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil komandan kenderal Kopassus Letjen TNI (Purn) Sutiyoso enggan berkomentar tentang penghentian investigasi Kepolisian Federasi Australia (AFP) pada kasus meninggalnya lima jurnalis negara kanguru itu di Balibo Timor Leste pada 1975 (kasus Balibo Five). Sebab, ia merasa tak memiliki hubungan dengan kasus itu.
Pria yang akrab disapa Bang Yos itu menerangkan, pemanggilannya sebagai saksi di Pengadilan Glebe Coroners New South Wales, Sidney pada 2006 adalah kekeliruan. Bang Yos yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI menolak untuk hadir.
"Itu bukan masalah saya. Peristiwa di Australia pada 2006 murni kekeliruan, makanya mereka (Pengadilan Glebe Coroners New South Wales) minta maaf," jelas Bang Yos saat dihubungi Republika, Selasa (21/10).
Saat itu, katanya, AFP mendapat informasi kalau dia termasuk pasukan yang ada di Balibo. Padahal saat kejadian itu, Bang Yos bertugas di Batu Gede, kota di sebelah utara Balibo.
Sedangkan yang masuk ke Balibo adalah pasukan Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah. Oleh sebab itu dia menolak hadir dalam sidang. Kemudian Pengadilan Glebe Coroners New South Wales meminta maaf kepada dia.
Dia juga mengaku selama tiga kali ditugaskan ke Timor Tengah belum pernah ke Baliho. "Itu salah alamat, dikira saya Yunus Yosfiah," ujar Ketua Umum PKPI itu.
Pada 1990 Bang Yos pernah sekolah di Australia dan tidak mendapat masalah apa pun. Dia juga tidak mendapat masalah saat berkunjung ke Australia. Di sisi lain, meninggalnya jurnalis dalam pertempuran tidak hanya di Balibo, melainkan juga terjadi Timor Tengah dan Libanon.
Meski demikian, dia menilai penyelidikan kasus tersebut sudah sepatutnya dihentikan. Alasannya, untuk membangun hubungan bilateral yang baik antara Indonesia dengan Australia. "Selama ini hubungan sering terganjal karena itu," tukasnya.
AFP menghentikan investigasi kasus Balibo Five sebab kekurangan bukti. AFP memulai investigasi pada 2009 setelah pengadilan memutuskan lima jurnalis itu dibunuh secara sengaja, bukan baku tembak.