Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Dalam kosmologi Islam, manusia disebut mikrokosmos karena semua unsur makrokosmos, termasuk substansi makhluk spiritual, seperti malaikat dan jin, tersimpul di dalam diri manusia.
Itulah sebabnya Allah SWT menyebut manusia sebagai makhluk termulia (ahsan taqwim/QS al-Tin/95: 4). Allah betul-betul memuliakan semua anak cucu Adam (walaqad karramna bani Adam/QS al-Isra/17: 70).
Manusia menjadi satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan kedua tangan Tuhan, selainnya hanya diciptakan satu tangan Tuhan (khalaqtu bi yadayya/QS Shad/38: 75). Manusia, satu-satunya makhluk yang ditiupkan roh Tuhan ke dalam dirinya (wa nafakhtu fihi min ruhi/QS al-Hujrat/15: 28).
Diri manusia diciptakan berlapis-lapis dan setiap lapisannya merepresentasikan lapis-lapis alam. Dengan kata lain, manusia juga merepresentasikan semua alam, yaitu alam syahadah atau malakut, alam barzakh atau alam mitsal, alam malakut, al-a’yan al-tsabitah, sampai kepada derajat wahidiyyah dan ahadiyyah.
Karena itu, dikatakan di dalam surah al-Fatihah, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.” Ayat ini menggunakan lafaz jamak “kami” (nahnu) sebagai isyarat yang harus menyembah ialah keseluruhan lapisan yang ada dalam diri manusia.
Ayat lain dari surah al-Fatihah menyebutkan, yang harus disembah ialah Tuhan seluruh alam (Rabb al-’Alamin). Jadi, alam bukan hanya satu, melainkan banyak sehingga sesuai dengan totalitas diri unsur-unsur alam yang ada di dalam diri manusia.
Silaturahim antarlapisan diri manusia juga sangat penting, bahkan lebih penting dari yang lain. Sulit dibayangkan seorang anak manusia bisa sempurna melaksanakan silaturahim dengan makhluk lain jika di dalam dirinya sendiri tidak solidified.
Diri yang berantakan, dalam arti tidak terjadi sinkronisasi dan harmoni antara badan (the body), jiwa (the soul), dan roh (the spirit) tidak mungkin akan tampil sebagai hamba sejati, apalagi tampil sebagai khalifah.