REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sejumlah pengusaha Jepang meminta pemerintah mengerem pelemahan yen terhadap dolar yang telah mencapai 110, demikian hasi survei Reuters.
Survei itu pun menunjukkan kenaikan harga bahan bakar dan bea impor membuat ekonomi Jepang makin rentan.
Selama lebih dari dua tahun, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi deflasi dengan stimulus moneter terbuka ternyata sukses membuat yen makin lemah.
Pelemahan yen terendah selama enam tahun ini yang mencapai 110,09 pada 1 Oktober lalu pun akhirnya menuai keluhan karena ramuan Abe ternyata menjadi racun.
Dari hasil survei Reuters yang dilansir Rabu (22/10) juga terlihat meski yen berpotensi menguat ke level 106 saat The Fed menaikkan suku bunga, kekhawatiran pelemahan kembali masih besar.
''Jika yen sangat jatuh, harga bahan mentah meroket dan jadi tak terjangkau usaha. Sulit untuk bertahan,'' demikian tulisan seorang eksekutif sebuah perusahaan Jepang.
45 persen perusahaan ingin yen dipertahankan maksimal di level 110 per dolar dengan melakukan intervensi pasar. Sebab ini jadi titik kritis perkembangan usaha.
Tapi ada 23 persen pengusaha ingin yen berada di level 115 dan 20 persen ingin yen berada di kisaran 120. Ini jadi indikasi perusahaan Jepang yang berbasis ekspor juga akan makin ketat memerhatikan untung rugi intervensi yang mungkin sebenarnya tidak perlu.
Survei ini dilakukan pada 30 September hingga 14 Oktober lalu dengan responden para petinggi eksekutif 486 perusahaan dengan capitalisasi lebih dari 1 miliar yen.
Sensitifitas pelemahan yen makin terasa sejak bocornya reaktor nuklir Fukushima pada 2011. Kejadian itu membuat ekonomi Jepang terbebani 3 triliun yen per tahun untuk mengimpor bahan bakar.