REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Medio Jumat 31 Oktober 2014, ada yang istimewa di Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Ya sejumlah seniman ternama akan hadir di tempat ini. Melalui kerja sama dengan Multi Arta Mayida EO, SSAS mempersembahkan closeness  distance, pameran tunggal seniman Dadang Mochamad Achjar.

‘Dadang Mochamad Achjar’, lebih dikenal dengan sebutan nama Dadang MA, adalah salah seorang contoh penting dalam dunia seniman. Terutama, bagi penjelasannya mengenai pertumbuhan generasi seniman ‘Bandung 80’an’ yang belum banyak dijelaskan dalam peta perkembangan seni rupa Indonesia.

Berbeda dengan perkembangan seni rupa di era-1990-an yang diwarnai panggung perkembangan seni rupa kontemporer yang berciri eksploratif serta dirayakan berbagai perhelatan seni rupa internasional, maka tahun 1980’an adalah masa kritis. Perkembangan seni rupa di era 1990 itu, merupakan tahap perkembangan seni rupa Indonesia yang cenderung menjadi mapan.

Pada tahun 1980’an pula mulai dikenal istilah ‘boom seni lukis’ Indonesia yang fenomenal. Tantangan bagi para pelukis muda di tahun 1980’an adalah upaya keras dalam penggalian dan ‘persaingan’ inspiratif yang datang dari para seniman besar yang telah mapan.

Seorang seniman muda yang bekerja keras untuk menjawab tantangan semacam itu, tak hanya membutuhkan tingkat penguasaan teknis kerja yang mencukupi. Namun, juga ketetapan dalam pencarian kedalaman suatu ekspresi secara konsisten.

Dadang MA mulai menapaki karir artistiknya pada masa itu bersama-sama dengan puluhan seniman Bandung lain sezamannya. Pada 1977 merupakan tahun yang penting baginya ketika Dadang MA menjadi bagian dari ‘Pameran Seniman Muda Bandung’.

Para seniman generasi tahun 1980’an, percaya pada kekuatan medium seni yang bersifat khas, yang dirumuskan dalam kategori idiom ekspresi  secara tertentu. Yang dijelaskan dalam batasan-batas sebagai: seni lukis, seni patung, seni grafis, dan lainnya. Para seniman, dengan demikian, terbiasa menjelajahi idiom dan ekspresi bahasa secara spesifik dan khas.

Bagi Dadang MA, seni lukis merupakan pilihan yang dia bela secara sungguh-sungguh. Meneguhkan pesan sang guru yang dia hormati dan kenal secara baik, yaitu sang maestro Popo Iskandar. Ketegasan Dadang MA menggeluti seni lukis sedari awal, membentuknya menjadi sosok seniman (pelukis) yang memiliki karakter ekspresi yang khas dan mudah dikenang. 

Bahkan, kritikus dan sejarawan seni rupa Sanento Yuliman mencatat, karakter artistik yang kuat dalam perkembangan seni rupa tahun 1980’an, khususnya di Bandung, yang disebutnya sebagai kecenderungan lirisisme (lyricism). Kecenderungan semacam ini, kata dia, terutama berkembang melalui ekspresi karya-karya abstrak yang bersifat ekspresif.

“Lukisan-lukisan Dadang MA yang berkarakter liris (lyrical) bisa dipahami ibarat sebuah muara pertemuan dari berbagai kecenderungan estetik yang dikerjakan para tokoh perintis seni rupa abstrak Indonesia yang menentukan, seperti: Popo Iskandar, Srihadi Soedarsono, serta Ahmad Sadali,” kata Sanento.

Pameran tunggal karya Dadang MA itu yang akan digelar Jumat (31/10) di Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) bekerja sama dengan Multi Arta Mayida EO mempersembahkan closeness/distance, pameran tunggal seniman Dadang M.A. Pameran ini, closeness/distance, mengetengahkan dua kecenderungan tematik yang sering dikerjakan Dadang MA. Yaitu tema pemandangan (landscape dan seascape) serta tema bunga—mengesampingkan tema ketiga yang juga penting serta khas, yaitu: penari.

Pemakaian judul closeness/distance ini, setidaknya sudah menyiratkan penjelasan tentang pemilihan dua tematik karya yang ditunjukan oleh Dadang  MA pada kesempatan pameran kali ini. Meski seakan bercabang dua, bagaimanapun, kumpulan lukisan-lukisan yang dipamerkan itu jelas menghadirkan kepaduan karakter artistik yang khas ala Dadang MA.

Tema pemandangan (landscape/seascape) menjelaskan cara Dadang MA menanggapi ihwal soal yang ada yang jauh ‘di sana’ yang berjarak dalam sudut pandang tatapan mata kita secara biasa. Sedangkan tema mengenai gambaran bunga menggali ihwal soal pergulatan yang berpijak dari pengalaman ‘yang dekat’, yang ‘di sini’.

“Kematangan Dadang MA dalam menggeluti proses kerja melukis selama ini, pada akhirnya, tetap menjadikan kedua titik pandang persoalan itu sebagai sebuah kepaduan pengalaman nilai yang bermakna utuh,” kata curator pameran Rizki Zaelani.

 Adapun rincian kegiatan adalah sebagai berikut Pembukaan Pameran Jumat (31/10) pukul 19.00 WIB bertempat di  Bale Tonggoh. Pameran yang akan berlangsung hingga 16 November itu, akan dibuka Syakieb Sungkar dengan pengisi acara Ferry Curtis. Sedangkan pada Ahad (2/11) juga digelar diskusi

Program Manager SSAS Elaine VBK berharap, sejumlah pelaku dan penikmat seni hadir dalam pameran itu. “Melalui pameran ini, perkembangan kegiatan-kegiatan seni budaya di Indonesia, akan terlihat jelas mau dibawa kemana arahnya. Apalagi, ada juga sesi duskisi yang membahas soal perkembangan seni budaya itu,” katanya dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (22/10). N 

Ikuti Whatsapp Channel Republika