Rabu 22 Oct 2014 19:06 WIB

Terjun ke Ritel, Industri Fashion Butuh Sinergi Nyata

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Suasana pengunjung acara 'Hijab Fashion Week 2014' di Gedung Graha Manggala Siliwangi, Bandung, Kamis (13/2).  (Republika/Edi Yusuf)
Suasana pengunjung acara 'Hijab Fashion Week 2014' di Gedung Graha Manggala Siliwangi, Bandung, Kamis (13/2). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebagai industri yang pendukungnya adalah UMKM, selain membutuhkan sokongan pendanaan industri kreatif fashion masih membutuhkan sinergi dengan industri tekstil jika diinginkan bisa masuk pasar ritel. Ketua IPMI Sjamsidar Isa mengungkapkan industri kreatif fashion sebenarnya menjanjikan.

Meski memang tidak mudah dan perlu kerja sama keras dengan industri lain, terutama industri tekstil, hingga kedua pihak saling memahami. ''Percayalah industri ini akan memberi banyak manfaat dari sisi ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja,'' ungkap Sjamsidar di sela-sela acara Mandiri Pasar Indonesia dan Bazaar Fashion Festival, Rabu (22/10).

Jikapun muncul kesan glamor, ia mengatakan itu bukan tidak yang utama. Sebab itu adalah tampilan agar produk menarik dan bagian pemasaran. Terlebih kian dekat menuju MEA, Sjamsidar mengaku sudah berkali-kali menyampaikan perlunya sinergi desainer dengan industri tekstil agar Indonesia tak hanya jadi 'tukang' dan pasar.

Ia yakin desainer Indonesia berani bersaing di zona Asia karena perancang Indonesia dinilainya sangat kreatif.''Garmen banyak. Pabrik tekstil besar. Yang tidak ada adalah sinergi padahal itu kunci. Desainer adalah kreator, tidak bisa bekerja sendiri jika ingin terjun ke pasar ritel,'' ungkap dia.

Ia mengungkapkan selama baju dibuat di workshop para desainer saja, maka tidak bisa mencapai harga ritel. Perancang harus dipertemukan dengan pihak-pihak yang bisa memfasilitasi.

Sayangnya, kata dia, semua punya ego sendiri. Dulu garmen andalkan pesanan luar negeri. Tapi Indonesia hanya jadi 'tukang' tanpa muncul kreatornya.

''Dan itu baru disadari sekarang. Indonesia pasar terbesar di Asia. Tidak perlu ekspor, membajui 10 persen rakyat Indonesia saja sudah besar hitungan bisnisnya. Kita harus berbuat sesuatu,'' kata dia.

Ia menyambut baik proses sertifikasi produk industri kreatif saat ini. Tapi, ia mengeluhkan prosesnya yang tidak sebentar.

Ia juga merasa beruntung industri fashion kini didukung perbankan. Selama ini Indonesia kurang komunikasi termasuk dengan perbankan.

Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri Pahala N Masury mengungkapkan saat ini ada sekitar 25ribu UMKM yang aktif dibantu pembinaan dan pendanaan oleh Mandiri. Hanya 10-15 persennya industri kreatif.

Diakuinya ada sinergi nilai antaa Mandiri dengan industri kreatif. Di satu sisi Mandiri bisa mengembangkan brand, di sisi lain juga mengembangkan hubungan dengan nasabah prioritas.

Pahala menyebut UMKM yang dibiayai maksimal Rp 50 juta. Karena binaan sektor fashion masih sedikit, pembiayaannya pun masih kecil.

''Perbankan melakukan pembiaya pada sektor yang relatif sudah terindustrialisasi dengan rantai proses yang jelas,'' kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement