REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bahana Securities menilai bahwa saham-saham yang masuk dalam sektor telekomunikasi akan diminati investor di tengah sentimen penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Sektor telekomunikasi dinilai cukup defensif terhadap sentimen yang muncul setelah penaikan BBM dan perlambatan global," ujar Kepala Riset Bahana Securities Harry Su di Jakarta, Rabu (22/10).
Menurut dia, perusahaan yang bergerak di sektor telekomunikasi itu memiliki peluang untuk terus meningkatkan profitabilitasnya menyusul potensi untuk menaikan harga cukup terbuka di tengah tidak ketatnya lagi persaingan bisnis. "Kompetisi di sektor telekomunikasi tidak akan ketat ke depannya, beberapa operator berbasis CDMA (Code Division Multiple Access) akan merger ke GSM (Global System for Mobile Communication), oleh karena itu pesaing akan lebih sedikit sehingga perang harga tidak terjadi lagi," paparnya.
Ia memaparkan bahwa ke depan yang akan memegang kendali bisnis di sektor telekomunikasi yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT XL Axiata Tbk, dan PT Indosat Tbk. "Jadi kemampuan untuk menaikan harga cukup terbuka sehingga tingkat profitabilitas akan tinggi," katanya.
Selain itu, lanjut Harry Su, sektor konsumen staples juga dinilai tahan terhadap sentimen negatif yang timbul dari kenaikan harga BBM bersubsidi dikarenakan perusahaan di sektor itu tetap akan terus memproduksi produk kebutuhan pokok masyarakat.
Ia menambahkan bahwa sektor konsumen staples seperti sabun, pasta gigi, bahan makanan, minuman dan obat-obatan, akan terbantu dengan tren penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang berada di kisaran 95 dolar AS per barel. "Kalau harga minyak turun, harga komoditas ikut turun. Kimia juga ikut turun sehingga membantu 'packaging' dan membantu margin," ujarnya.
Ia mengemukakan bahwa dalam riset Bahana Securities, sektor konsumen staples seperti Unilever Tbk dan Group Indofood.