REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Tunisia menggelar pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih para anggota parlemen pada Ahad (26/10) lalu. Pemilu tersebut disebut-sebut akan menjadi langkah besar menuju demokrasi.
Perwakilan Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa Anthony Dworkin mengatakan langkah Tunisia bertransformasi ke arah demokrasi sangat positif. Kelanjutan proses ini dinilai menjadi sinyal positif terhadap akar demokrasi di dunia Arab.
"Di saat harapan untuk menuju reformasi politik dan pemerintahan yang akuntabel di negara Arab manapun telah pupus, Tunisia adalah satu-satunya negara yang diharapkan mengisi masa depan," tulis Dworkin dalam sebuah analisa.
Dworkin mengatakan, bahkan jika langkah ini tidak langsung diikuti negara lain, konsolidasi dari demokrasi yang berhasil di negara itu dapat memberikan sinyal bahwa reformasi dan pluralisme politik di negara itu tidak benar-benar gagal.
Lebih dari lima juta penduduk atau sekitar setengah populasi total telah mendaftar dalam pemilu. Untuk pertama kalinya, mereka akan memilih secara langsung 217 orang untuk menjadi anggota parlemen dari ribuan kandidat.
Ada lebih dari 100 partai terlibat dalam pemilu kali ini. Dua partai terbesar yaitu Partai Ennahda dan Nidaa Tounes. Keduanya membawa visi yang sangat berbeda bagi Tunisia.