Selasa 28 Oct 2014 14:29 WIB

Partai Islam Tunisia Akui Kalah dari Partai Sekuler

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Winda Destiana Putri
Bendera Tunisia
Bendera Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Partai Islam Ennahda mengakui kalah dari partai sekuler Nidaa Tounes dalam pemilihan umum Tunisia.

Hasil pengumuman resmi pemilu Ahad belum diumumkan. Penghitungan awal dilakukan, Senin kemarin. Anggota senior Ennahda mengakui kekalahan dari rivalnya.

"Kami menerima hasil ini dan mengucapkan selamat pada pemenang Nidaa Tounes. Kami sekali lagi meminta pembentukan pemerintah bersatu demi kepentingan negara," ujar Lotfi Zitoun, Senin.

Sebelumnya, seorang sumber partai mengatakan hasil awal menunjukkan partai sekuler itu memenangkan 80 kursi dalam parlemen beranggotakan 217 orang. Sedangkan Ennahda memperoleh 67 kursi.

"Berdasarkan hasil penghitungan awal, kami memimpin dan dalam posisi yang meyakinkan," kata salah satu pejabat Nidaa Tounes.

Sebagai salah satu negara Arab paling sekuler, Tunisia telah lama dipuji sebagai contoh kompromi politik setelah mampu mengatasi krisis antara gerakan sekuler dan Islam. Kedua kubu sepakat membentuk konstitusi baru tahun ini untuk menggelar pemilu.

Ennahda yang mengemban bentuk pragmatis politik Islam memenangkan pemilu Tunisia pertama bebas langsung pada 2011. Peristiwa itu terjadi setelah mantan pemimpin Tunisia Zine El-Abidine Ben Ali digulingkan.

Partai tersebut membentuk pemerintahan koalisi dengan dua mitra sekuler. Selama masa kampanye, Ennahda menyebut dirinya partai yang belajar dari kesalahannya. Namun, Nidaa Tounes tampaknya telah memanfaatkan kritik bagi Ennahda yang menyebut mereka telah salah urus ekonomi dan lalai dalam menangani Islam garis keras.

Kemenangan Nidaa Tounes akan membuka jalan bagi kembalinya figur-figur di masa Ben Ali yang memperkenalkan diri mereka sebagai teknokrat yang ternoda atas korupsi rezim. Para tokoh ini, namun, mencitrakan diri sebagai orang yang memiliki keterampilan administratif untuk menjalankan negara.

Sebagai penggagas 'Arab Spring', Tunisia bernasib lebih baik dibandingkan negara tetangganya yang juga menggulingkan pemimpinnya. Tunisia mampu menghindari gejolak yang dialami oleh Mesir dan perang saudara langsung dari Suriah dan kekacauan Libya.

Kebanyakan warga Tunisia bangga dengan sejarah mereka yang mempunyai pendidikan liberal dan pengakuan hak-hak perempuan sejak masa presiden pertama Habib Bourguiba. Namun, di negara Afrika Utara ini juga terdapat Islam garis keras dan ultra konservatif dan pasukan keamanan yang terlibat dalam konflik skala kecil dengan milisi.

Pejuang militan Tunisia telah lama menonjol di antara para pejuang perang asing sejak agresi Soviet di Afghanistan pada 1980an. Lebih dari 3.000 milisi Tunisia diperkirakan berperang bersama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Bahkan dengan keuntungan lebih dari Ennahda, Nidaa Tounes perlu membentuk koalisi dengan partai lain untuk mencapai mayoritas di parlemen dan membentuk pemerintah baru. Ennahda masih akan menjadi bagian kabinet manapun.

Sebelum pemilu, partai itu telah menyerukan pemerintah bersatu untuk membantu Tunisia dalam tahap terakhir transisi dan berurusan dengan langkah-langkah penghematan yang sulit untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi.

Denagn dipimpin oleh mantan juru bicara parlemen di bawah Ben Ali, Beji Caid Essebsi Nidaa Tounes muncul pada 2012 sebagai kekuatan politik oposisi. Saat itu partai Islam Ennahda memenangkan 40 persen kursi dewan.

Nidaa Tounes menarik diri dari Ben Ali pejabat, partai-partai kecil, dan bahkan pemimpin serikat untuk membentuk front antiIslam.

Tapi Essebsi, seorang politisi veteran setelah kemerdekaan, dan pemimpin Ennahda Rached Ghannouchi, seorang sarjana Islam yang menghabiskan puluhan tahun di pengasingan di Inggris, berperan dalam kompromi politik yang menarik Tunisia kembali dari tepi jurang.

Pekerjaan, peluang ekonomi dan intensitas konflik yang rendah di Tunisia menjadi perhatian utama di negara yang sangat bergantung pada pariwisata asing, dilansir dari Reuters, Selasa (28/10).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement