REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik UNJ, Ubedillah Badrun, menilai Menkumham keliru dan ikut campur terlalu jauh dalam konflik PPP.
"Jadi mahkamah partai belum menyelesaikan tugasnya, Menkum dan HAM mendahului. Ini faktor penyebab konflik PPP makin meruncing," ujarnya, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (29/10).
Ubed dengan tegas menyatakan konflik ini merupakan desain atau bagian kerja dari kutub politik KIH.
"Wajar saja jika beberapa anggota DPR melakukan Hak Interpelasi akibat kecerobohan Menkumham," ungkapnya.
Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengaku telah menyelesaikan kisruh PPP menurut ketentuan yang berlaku.
"Saya tidak mau menimbulkan banyak masalah. Kita selesaikan sepanjang sudah ketentuannya begitu," kata Yasonna usai menghadiri perayaan HUT 50 Golkar di Kemayoran Jakarta Pusat, Selasa (28/10) malam.
Politisi PDIP ini mengatakan langkahnya mengesahkan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy sebagai upaya menjalankan amanat Presiden Jokowi yang memintanya segera menyelesaikan masalah kepengurusan PPP agar tidak memperkeruh keadaan.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukriyanto menyatakan, sangat wajar kalau DPR RI mengajukan hak interpelasi kepada Menteri Hukum dan HAM.
"Kita punya hak untuk bertanya kepada Menteri Hukum dan HAM terkait surat keputusannya tentang pengesahan hasil Muktamar PPP ke VIII Surabaya. Apa yang melatarbelakangi keluarnya SK tersebut. Apa urgensinya," kata Didik.
Didik menyebutkan, keluarnya SK tersebut merupakan kewenangan Menkumham. "Tapi dari kacamata politik, ada ketidaklaziman, padahal baru dilantik, belum ada konsolidasi internal di Kemenkumham, tiba-tiba keluarkan SK. Dari sisi politik, ada keputusan politik luar biasa dampaknya," kata Didik.