Kamis 30 Oct 2014 11:39 WIB

Belajar dari Rumah Tangga Sang Hakim (1)

Rep: c70/ Red: Chairul Akhmad
Syuraih tersohor dengan sikapnya yang arif dan bijaksana.
Foto: Mattressessale.eu/ca
Syuraih tersohor dengan sikapnya yang arif dan bijaksana.

Oleh: Nashih Nashrullah     

Hidup berumah tangga memang gampang-gampang susah. Ada kalanya kebahagiaan terus menyelimuti, tetapi terkadang persoalan datang mendera.

Intensitas masalah itu sering menimpa pula para pengantin baru. Bagaimana menciptakan pola komunikasi yang baik antarpasangan yang belum saling mengenal lebih jauh.

Kisah yang dicontohkan oleh seorang tabiin, Syuraih al-Qadhi, berikut ini bisa dijadikan teladan yang baik. Sosok yang ditunjuk sebagai hakim pada masa pemerintahan Umar bin Khattab tersebut meneladankan bagaimana membangun komunikasi yang baik dengan pasangan. Ia dan istrinya, Zainab binti Hadhir dari Bani Hanzhalah, menikah dan belum saling dekat.

Usai menikah, sang istri yang merasa belum mengetahui rekam jejak lelaki yang baru ia kenal tersebut tak canggung dan tak segan memulai komunikasi.

Zainab bertanya kepada suami, "Demi Allah, aku tidak melangkah kecuali untuk perkara yang diridhai Allah. Dan kamu adalah laki-laki asing, aku tidak mengenal akhlak kepribadianmu. Katakan apa yang kamu sukai sehingga aku bisa melakukannya. Katakan apa yang kamu benci sehingga aku bisa menjauhinya."

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Syuraih yang sempat pesimistis mahligai pernikahannya tak akan bertahan lama. Ini akibat ia termakan dengan stigma dan opini yang dilekatkan pada perempuan Bani Tamim, muara keturunan Zainab berasal. Mereka distigmakan  keras hatinya dan kasar.

"Aku suka ini dan ini (aku menyebut ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan makanan-makanan yang aku sukai) dan juga membenci ini dan ini," kata Syuraih.

Ia menjelaskan satu per satu perkara yang ia sukai dan tidak. Langkah ini menjadi titik mula dalam saling memahami dan berinteraksi dengan baik bagi pasangan suami istri. Termasuk, mengetahui siapa saja yang boleh berkunjung ke rumah dari keluarga mereka.

"Jelaskan kepadaku tentang kerabatmu. Apakah kamu ingin mereka mengunjungimu?" tanya Zainab kepada suaminya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement