REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Aria Bima menilai ada agenda besar di balik sapu bersih pimpinan komisi di DPR oleh Koalisi Merah Putih (KMP). Sebagai mantan pimpinan komisi, ia mengaku tahu pentingnya posisi itu.
"Saya tahu persis bagaimana pagu definitif, bagaimana peran pentingnya tanda tangan pimpinan komisi menjadikan APBN menjadi undang-undang, akhirnya menteri keuangan tidak mau mencairkan anggaran kalau tidak ada tanda tangan ketua komisi," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (30/10).
Menurutnya, rakyat harus tahu kalau sapu bersih pimpinan komisi di DPR bukan sekadar perebutan kekuasaan. "Ada deal-deal hidden agenda yang mencoba men-grounded pemerintahan Jokowi-JK," tambah dia.
Aria mengaku melihat adanya agenda tersembunyi itu dari indikasi penolakan permintaan jatah wakil dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di masing-masing komisi.
Kenyataan tersebut harus diterima KIH karena belum menyerahkan nama-nama anggota fraksi untuk komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) hingga sidang paripurna keempat.
Menurutnya, pimpinan komisi yang sudah dipilih oleh rapat komisi yang dihadiri lima fraksi dari enam fraksi yang mendaftarkan nama-nama tidak sah. Karena tidak memenuhi kuorum.
Karena KIH sudah berhasil mengajak fraksi PPP bergabung dan membuat lima fraksi sehingga rapat tidak memenuhi kuorum.
"Pemilihan pimpinan tidak sah karena tidak kuorum fraksi yang setengah plus satu yaitu enam, bukan kuorum anggota (komisi)," tegas dia.