Kamis 30 Oct 2014 23:00 WIB

Sepak Bola Gajah Laga PSS Vs PSIS, Komite Wasit: Ini yang Pertama di Indonesia

Red: M Akbar
Pemain PSIS Semarang Safrudin Tahar (27) menyundul bola di daerah pertahanan PSS Sleman, pada pertandingan perdana sepak bola babak 8 besar Divisi Utama Liga Indonesia di Stadion Jatidiri Semarang, Jateng, Sabtu (4/10).
Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Pemain PSIS Semarang Safrudin Tahar (27) menyundul bola di daerah pertahanan PSS Sleman, pada pertandingan perdana sepak bola babak 8 besar Divisi Utama Liga Indonesia di Stadion Jatidiri Semarang, Jateng, Sabtu (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan wasit untuk tidak menghentikan pertandingan antara PSS Sleman dan PSIS Semarang dalam laga babak delapan Besar Divisi Utama di Stadion Sasana Krida, Kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta, Ahad (26/10), dinilai sudah tepat.

''Keputusan untuk tetap menjalankan pertandingan sudah sesuai aturan. Berdasarkan buku peraturan pertandingan wasit hanya berhak menghentikan laga jika terjadi force majeure atau pemain salah satu tim hanya tersisa tujuh orang,'' kata Jimmy Napitupulu, anggota Komite Wasit PSSI, saat berbincang melalui saluran telpon di Jakarta, Kamis (30/10).

Jimmy mengatakan saat laga berlangsung tidak ada kondisi yang memungkinkan untuk menghentikan laga. Pertandingan baru bisa dihentikan jika ada kejadian besar seperti bencana alam atau kerusuhan.

Insiden nyeleneh ini, menurut Jimmy, merupakan hal yang baru terjadi pertama kalinya di dunia sepakbola. Ia berharap dengan adanya kejadian ini komdis segera melakukan pengarahan dan penyuluhan tentang apa yang harus dilakukan jika kasus ini terjadi lagi di kemudian hari.

"Saya pun jika memimpin laga itu bingung harus melakukan apa. Biarlah ini menjadi contoh agar kedepanya bisa tahu apa yang harus dilakukan wasit," kata Jimmy menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement