REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Presiden Burkina Faso Blaise Compaore menolak mundur dari jabatannya, Kamis kemarin.
"Saya telah mendengar pesannya, memahaminya dan mencatat adanya hasrat kuat untuk perubahan. Saya bersedia melakukan pembicaraan terbuka mengenai periode transisi yang pada akhirnya saya akan menyerahkan kekuasaan kepada presiden yang dipilih secara demokratis," ujar Compaore dalam siaran televisi yang dilansir dari Reuters, Jumat (31/10).
Panglima pasukan bersenjata Jenderal Honore Traore telah membubarkan parlemen. Dia lantas mengumumkan akan melakukan pembicaraan dengan semua partai politik untuk membentuk pemerintah sementara. Pemerintah sementara dibentuk untuk menggelar pemilihan umum yang demokratis dalam waktu satu tahun.
Langkah itu diambil setelah sedikitnya tiga demonstran ditembak mati dan puluhan terluka akibat bentrok dengan pihak keamanan. Saat itu sejumlah orang menyerang rumah anggota senior partai berkuasa.
Sebelumnya, ratusan orang menyerbu parlemen. Mereka merusak gedung dan membakarnya. Sedangkan lainnya memaksa masuk stasiun televisi pemerintah sehingga siaran terpaksa dihentikan. Pengunjuk rasa juga menguasai kota terbesar di Burkina, yakni Bobo Dioulasso dan kota lainnya.
Compaore menjabat sebagai presiden setelah melakukan kudeta militer pada 1987. Dia mengatakan telah membubarkan pemerintahannya dan mencabut Undang-Undang darurat yang sempat diumumkan.
Blok Kawasan Afrika Barat ECOWAS mengatakan tidak akan menerima kelompok apapun yang merebut kekuasaan dengan cara inkonstitusional. Delegasi dari Uni Afrika, PBB dan ECOWAS akan mengadakan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait di Burkina Faso.