Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Nama Aisyiyah diresmikan sebagai organisasi wanita Muhammadiyah pada 22 April 1917. Aisyiyah ketika itu diketuai oleh Siti Bariyah dan Nyai Dahlan duduk sebagai penasihat dan pelindung.
Perjuangan Nyai Dahlan saat itu, yakni menghilangkan kepercayaan kolot yang dimiliki masyarakat Indonesia. Ajarannya, perempuan seharusnya dapat berjuang bersama dan duduk dalam posisi berdampingan, baik dalam institusi formal maupun dalam pendidikan.
Dia tidak hanya berdakwah, tetapi juga mengajari kaum perempuan dengan membuka asrama dan sekolah-sekolah putri serta kursus pemberantasan buta huruf bagi perempuan.
Perjuangan Siti Walidah dan suaminya dalam mengembangkan organisasi tidaklah mudah.
Suatu ketika saat melakukan perjalanan ke Banyuwangi, Nyai Ahmad Dahlan dan suami mendapat ancaman pembunuhan dari kelompok konservatif. Namun, tekad bajanya untuk mendidik perempuan tak pernah surut.
Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh ideologi Ahmad Dahlan, yaitu Catur Pusat. Catur Pusat memiliki pengertian pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat ibadah.
Organisasi Aisyiyah kemudian berkembang pesat dan saat kongres, Nyai Dahlan selalu memimpin baik di Boyolali, Purwokerto, bahkan hingga ke wilayah Jawa Timur. Saat KH Ahmad Dahlan wafat pada 1923, Nyai Ahmad Dahlan meneruskan perjuangan suaminya lewat Aisyiyah.